NILAI-NILAI MULIA ASMAUL HUSNA
MATERI POKOK
Selanjutnya
kalian pelajari uraian berikut ini dan kalian kembangkan dengan mencari materi tambahan
dari sumber belajar lainnya
A.
AL GHAFFAR
1.
Pengertian al
Ghaffar
Al Ghaffar berasal dari akar kata ghafara
yang artinya taghtiyah dan sitr yaitu menutupi atau merahasiakan.
Al Ghaffar bisa juga diterjemahkan berasal dari kata al maghfiroh dan al
ghufron yang artinya pengampunan. Jika al Ghafar disandarkan pada Allah
maka berarti Allah adalah dzat yang Maha mengampuni. Al Ghaffar dapat
diterjemahkan juga sebagai dzat yang menampakkan kebaikan dan menutupi
kejelekan di dunia dan memaafkan hukumannya di akhirat. Dapat kita terjemahkan
bahwa maghfiroh dari Allah yaitu dirahasiakan
dan diampuni-Nya dosa-dosa adalah dengan karunia dan rahmat-Nya bukan
karena tobat seorang hamba atau taatnya.
Memberikan pengampunan adalah hak mutlak
milik Allah yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun. Allah sebagai al Ghaffar
bararti dzat Allah yang Maha merahasiakan dan Maha menutupi. Hal-hal yang
ditutup oleh Allah swt, pertama keburukan badan mereka ditutupi oleh
kebaikan batin manusia atau sebaliknya, kedua keinginan jahat atau buruk
manusia ditempatkan di dalam hati sehingga tidak terlihat seorangpun, ketiga
Allah merahasiakan dosa-dosa manusia, sehingga tidak seorang hambapun tahu
berapa dosa yang mereka miliki.
2.
Meneladani Allah
dengan sifat al Ghaffar
Sebagai hamba Allah kita semestinya
meneladani sifat Allah al Ghaffar dalam kehidupan kita sehari-hari. Manusia
yang meneladani sifat al Ghaffar adalah manusia yang memiliki sifat pemaaf,
menutupi kesalahan atau aib orang lain, memiliki rasa belas kasihan dan tidak menganggap
kesalahan sebagai kesalahan.
Kita dapat meneladani Allah melalui
sifat al Ghaffar dengan cara memilki sifat-sifat sebagai berikut :
a.
Memaafkan
kesalahan orang lain
Memaafkan orang lain adalah suatu
kebaikan dan dapat dilakukan kapan saja, oleh dan untuk siapa saja. Kita tidak
dibenarkan bersikap keras hati, enggan memaafkan kesalahan orang lain. Allah
memerintahkan kita untuk memaafkan orang lain, seperti diterangkan dalam al
Qur’an :
قُلْ
لِلَّذِينَ آمَنُوا يَغْفِرُوا لِلَّذِينَ لا يَرْجُونَ أَيَّامَ اللَّهِ لِيَجْزِيَ
قَوْمًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (١٤)
“Katakanlah kepada orang-orang yang beriman,
hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tiada takut hari-hari Allah karena
Dia akan membalas suatu kaum terhadap apa saja yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Jatsiyah
: 14)
وَلَمَنْ
صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الأمُورِ (٤٣)
“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya
(perbuatan) yang demikian itu termasuk ha-hal yang diutamakan.” (QS. As-Syura :
43)
b.
Menghilangkan
perasaan dendam
Sifat dendam tidak akan membawa akibat
apapun selain kehancuran dan kehinaan. Kehancuran dan kehinaan terjadi bukan
kepada orang yang ditimpakan rasa dendam tetapi, kehancuran akan menimpa pada
pelaku dendam. Ketika Abu Bakar as Shiddiq ra, bersumpah untuk tidak memaafkan
Mistah, orang yang menyebarkan fitnah kepada Aisyah putrinya, maka Allah
menurunkan perintah kepada orang-orang mukmin untuk memberi maaf dan berlapang
dada;
وَلا
يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ
وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلا تُحِبُّونَ
أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٢٢)
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai
kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan
memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan
orang-orang behijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan
belapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunmu? Dan Allah
adalah Maha pengampun lagi Maha penyanyang. (QS. An Nur : 22)
c.
Mengingat
kebaikan dan melupakan keburukan orang lain
Memaafkan kesalahan orang lain bukanlah
perbuatan yang mudah, karena itu sifat pemaaf ini harus sering dilatih dan
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat kebaikan dan melupakan
keburukan orang lain adalah salah satu cara berlatih menjadi seorang pemaaf.
B.
AL RAZZAQ
1.
Pengertian al
Razzaq
Al Razzaq berasal dari kata razaqo
atau rizq artinya rezeki. Ar Razzaq adalah Allah yang memberi banyak
rizki kepada makhluknya dan secara berulang-ulang. Imam Al Ghazali menjelaskan
arti ar Razzaq adalah Dia yang menciptakan rezeki dan menciptakan yang mencari
rezeki, serta Dia yang mengantarkan kepada mereka dan menciptakan sebab-sebab
sehingga mereka dapat menikmatinya.
Allah menjamin rezeki setiap makhluknya.
Jaminan Allah kepada rezeki makhluk-Nya tidak dapat diartikan apabila kita
menginginkan sesuatu bisa di dapatkan tanpa usaha. Sebagai makhluk kita
memiliki kewajiban untuk berusaha atau ikhtiar mencari rezeki yang sudah
disiapkan Allah untuk kita. Cara memperoleh rezeki dengan cara yang halal dan
memanfaatkan dengan baik, sesuai dengan peraturan yang sudah digariskan Allah.
Ar Razzaq bukan hanya membagi rezeki
kepada manusia saja, tetapi Allah memberikan rezeki kepada seluruh makhluk-Nya.
Burung yang ada di sangkar, cacing yang ada ditanah dan janin yang masih ada
dalam janin ibunya. Semua rezeki telah disediakan Allah, dan rezeki yang Allah
sediakan tidak akan pernah habis.
2.
Meneladani Allah
dengan sifat al Razzaq
a.
Berkeyakinan
bahwa Allah adalah penjamin rizki secara mutlak
Kesadaran tentang jaminan rezeki Allah
harus kuat. Rezeki antara bayi dan orang dewasa berbeda. Jaminan rezeki Allah,
berbeda dengan jaminan rezeki orang tua kepada bayinya. Bayi menanti makanan
yang siap dan menanti disuapi. Kepada manusia dewasa, Allah menyiapkan sarana
dan manusia diperintahkan untuk mengolahnya.
هُوَ
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ ذَلُولا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ
وَإِلَيْهِ النُّشُورُ (١٥)
“Dia yang menjadikan kamu bumi itu mudah
(untuk dimanfaatkan) maka berjalanlah dia segala penjurunya dan makanlah dari
rezeki-Nya.” (QS.
Al Mulk :15)
Karena itu ketika Allah ar Razzaq
itu menguraikan pemberian rezeki-Nya dikemukakannya dengan menyatakan bahwa,
نَحْنُ
نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
“Kami memberi rezeki kepada kamu dan kepada
mereka anak-anak kamu.” (QS. Al An’am : 151)
b.
Berusaha maksimal
dan qona’ah
Agama
menekankan perlunya berusaha dan apabila usaha tidak dapat menumukan
keberhasilan karena terhalangi oleh satu dan lain sebab, maka manusia
diperintahkan berhijrah. Di sisi lain manusia juga harus memiliki sifat “qana’ah”
yaitu menerima atau merasa puas, tetapi ini bukan sekedar puas dengan apa yang
telah diperoleh, tetapi kepuasan tersebut harus didahului oleh tiga hal.
1) Usaha maksimal yang halal,
2) Keberhasilan memiliki hasil usaha maksimal tersebut dan
3) Dengan suka cita menyerahkan apa yang telah dihasilkan karena puas
dengan apa yang telah diperoleh sebelumnya.
Dengan
demikian usaha maksimal tanpa keberhasilan serta kemampuan kepemilikan, belum
dapat mengantar seseorang memiliki sifat yang dianjurkan agama ini. Lebih-lebih
jika ia tidak dengan suka hati menyerahkan apa yang telah dihasilkannya itu.
Rasul
Saw pernah memuji burung-burung dalam perolehan rezeki mereka,Burung-burung
keluar lapar di waktu pagi dan kembali kenyang disore hari. Apa yang disabdakan
Rasul ini benar adanya, tetapi harus diingat dan diteladani bahwa burung-burung
tidak tinggal diam di sarang mereka, tetapi terbang keluar untuk meraih
rezekinya. Demikian pula seharusnya manusia.
c.
Memanfaatkan
rizki ke jalan yang benar
Memanfaatkan rezeki dengan baik dijalan
yang benar adalah salah satu bukti rasa syukur hamba kepada Tuhannya. Berkenaan
dengan rezeki yang bersifat material seseorang tidak harus menghabiskan
seluruhnya. Bisa dengan cara ditabung sebagai persiapan keperluan yang tidak
terduga dan dinafkahkan sesuai dengan ajaran agama. Seperti diterangkan dalam
firman Allah :
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنْفِقُونَ (٣)
“Dan nafkahkanlah sebagian rezeki yang Kami anugrahkan kepada
mereka.” (QS.
Al Baqarah 2: 3)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لا بَيْعٌ
فِيهِ وَلا خُلَّةٌ وَلا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ (٢٥٤)
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah)
sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari itu
tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa’at dan orang-orang kafir
itulah orang-orang yang zalim.”(QS. Al Baqarah : 254)
Adapun rezeki immaterial, berupa ilmu
pengetahuan. Kita dilarang
menyembunyikannya, apalagi ilmu akan semakin bertambah bila dinafkahkan.
Semakin kita membagi ilmu yang kita miliki akan bertambah ilmu yang kita miliki
pula.
C.
AL MALIK
1.
Pengertian al
Malik
Al Malik diartikan dengan raja atau
penguasa. Al Malik berarti raja penguasa atas seluruh makhluk-Nya.
Secara umum
Al Malik diartikan Raja atau Penguasa, kata Malik terdiri dari huruf Mim Laam
Kaaf yang rangkaiannya mengandung makna kekuatan dan Keshahihan. Al Malik mengandung arti
penguasaan terhadap sesuatu disebabkan oleh kekuatan pengendalian dan
keshahihanya. Hal ini menunjukkan bahwa Allah adalah segala kekuatan yang ada
di alam semesta ini yang shahih dan tidak dapat di ingkari kekuasaan-Nya meliputi semesta alam dan
pengetahuan yang ada. Allah berfirman :
يَسْأَلُهُ
مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ (٢٩)
“Semua yang ada di langit
dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (QS.
Ar Rahman: 29)
Menurut Imam Ghazali, Malik adalah yang tidak butuh pada zat dan sifat-Nya yang
wujud, bahkan Dia adalah yang butuh kepada-Nya, Wujud segala sesuatu bersumber
dari pada-Nya. Maka segala sesuatu selain-Nya menjadi Milik-Nya dalam zat dan
sifat serta membutuhkan-Nya. Dialah Allah Raja Yang Mutlak.
Kekuasaan Allah adalah sempurna dan mutlak, sedangkan
kerajaan lainnya tidak, karena kerajaan Allah meliputi langit dan bumi, seperti
diterangkan dalam firman Allah :
وَتَبَارَكَ الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ
وَمَا بَيْنَهُمَا وَعِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (٨٥)
Dan Maha suci Tuhan yang mempunyai kerajaan langit dan bumi;
dan apa yang ada di antara keduanya; dan di sisi-Nyalah pengetahuan tentang
hari kiamat dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS. Az Zuhruf: 85)
Allah
adalah Raja yang sebenar-benarnya segala
bentuk raja di dunia dan semesta
ini adalah milik-Nya dan tunduk kepada-Nya,
selain merajai di dunia yang fana ini, kerajaan Allah juga bersifat langgeng
(abadi). Di terangkan dalam
Firman-Nya dalam QS. Al Mu’min:16
يَوْمَ هُمْ بَارِزُونَ لا يَخْفَى عَلَى اللَّهِ مِنْهُمْ شَيْءٌ لِمَنِ
الْمُلْكُ الْيَوْمَ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ (١٦)
“
(yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada suatu pun dari
keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (lalu Allah berfirman):”Kepunyaan
siapa kerajaan pada hari ini? ”Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha
Mengalahkan.”
Di terangkan lagi dalam QS. Al Fatihah: 4,
مَالِكِ
يَوْمِ الدِّينِ (٤)
Yang
Menguasai
hari Pembalasan.
Dengan
begitu Allah yang menguasai pengetahuan dan segala urusan tentang hari
pembalasan, yang menguasai waktu yang telah lalu
dan yang akan datang. Dunia dan seisinya dalam genggaman-Nya. Dalam Hadits
Rasulullah SAW : Allah Yang Maha Mulia Lagi Agung ‘menggenggam’ bumi pada
hari kemudian dan ‘melipat’ semua langit dengan ‘tangan kanan-Nya’, kemudian
berseru: Aku Adalah Malik (Raja), maka dimanakah (mereka yang mengaku) Raja? (HR.
Bukhari).
Dengan meyakini dan memaknai Al Malik kita mempunyai landasan
hidup yang mapan dan mantap, sehingga kebal akan bujuk rayu syaitan terhadap
kita. Tidak ada yang kita ditakuti selain Allah karena hanya Allah yang patut
untuk diminta pertolongan dan kita senantiasa takut akan azabnya, tidak takut
akan kehilangan jabatan dan harta karena ada Yang Maha Raja dan kekuasaanya
meliputi alam semesta, karena Allah senantiasa bersama orang-orang yang selalu
mengingat-Nya.
2.
Meneladani Allah
dengan sifat al Malik
a.
Tidak terlena
dengan jabatan atau tahta
Dengan
memaknai Al Malik ini, manusia seharusnya
sadar apabila kita sedang berada
pada posisi teratas, masih ada
yang lebih tinggi dan itu akan menjadi
koreksi dan motivasi kita bahwa jabatan
yang kita miliki adalah
sebuah amanat dan akan dipertanggungjawabkan, kekuasaan duniawi adalah fana
atau sementara sedangkan kekuasaan Allah
adalah Mutlak dan Abadi.
Rasulullah
bersabda: “Orang yang dibenci oleh Allah serta yang paling jelek besok pada
hari Kiamat adalah seorang yang menamakan dirinya dengan nama raja diraja,
karena tiada Dzat yang bersifat Raja Kecuali Allah” (H.R. Muslim).
b.
Dapat
mengendalikan hawa nafsu
Dengan memaknai sifat Al Malik, kita tahu bahwa yang
menguasai segalanya adalah Allah, dengan begitu kita tahu bahwa hawa nafsu
adalah bujukan syaitan yang hanya akan menjerumuskan kita kepada hal-hal negatif
dan itu merupakan contoh ketundukan kita kepada syaitan. Seperti dijelaskan dalam
firman Allah :
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (٧)فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
(٨)
“dan
jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya. (Asy Syams: 7-8)
c.
Menjadi hamba
yang bersyukur
Memaknai
sifat Al Malik berarti kita mengakui tentang kekuasaan Allah di bumi dan
langit, serta di dalam hati kita setiap mahluk-Nya. Dan dengan begitu kita
harus mensyukuri segala nikmat yang telah Allah berikan, sikap tesebut menunjukkan bahwa kita adalah hamba yang pandai bersyukur.
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ
كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (٧)
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim: 7)
d.
Selalu mengharap
pertolongan Allah
Sebagai
Yang Maha Kuasa, Allah lah yang menentukan segala urusan yang akan kita hadapi
dan telah kita hadapi, Dia lah yang mengetahui segala pengetahuan tentang alam
dan isinya serta tahu akan kedalaman hati seseorang. Segala apa yang kita
ikhtiarkan tergantung pada ketentuannya karena Dia Yang Maha Kuasa, dengan
mengharap pertolongan Allah berarti kita menunjukan sikap yang menumbuhkan kekuatan
bathin dalam menghadapi segala sesuatu. Sebaliknya dengan tidak mengharapkan
pertolongan dari Allah merupakan cerminan sikap yang angkuh. QS.
Al Fatihah: 5-7 menerangkan :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (٥)اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
(٦)صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ
(٧)
“hanya
Engkaulah yang Kami sembah dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta
pertolongan.6. Tunjukilah Kami jalan yang lurus, 7. (yaitu) jalan orang-orang
yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai
dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
D.
AL HASIB
1.
Pengertian al
Hasib
Al Hasib secara bahasa artinya menghitung
(mengira), mencukupkan, melindungi dan menolong. Menurut Imam al Ghazali,
al Hasib bermakna dia yang mencukupi siapa yang mengandalkan-Nya. Sifat
ini hanya dimiliki oleh Allah, karena hanya Allah saja yang Maha mencukupi
semua makhluk-Nya dan diandalkan oleh seluruh makhluk-Nya.
Makna al Hasib adalah zat yang Maha
membuat perhitungan atas perilaku hamba-hamba-Nya. Allah memiliki hak preogatif
untuk memberi atau sebaliknya menahan pemberian-Nya.
Al hasib dapat diartikan juga dengan menghitung.
Jika kata Al Hasib dikaitkan dengan makna menghitung, maka Allah adalah
yang melakukan perhitungan menyangkut amal baik dan buruk, sebagaimana firman
Allah dalam QS. Al Anbiya’: 47. Dan jika dipahami dengan makna pemberi
perhitungan maka manusia harus menyadari bahwa introspeksi diri menjadi
penting sebelum hari perhitungan berlangsung kelak.
وَنَضَعُ
الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ
كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ
(٤٧)
Kami
akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka Tiadalah dirugikan
seseorang barang sedikitpun. dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun
pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah Kami sebagai Pembuat
perhitungan.( QS. Al Anbiya’: 47)
Allah (Al-Hasib) dapat juga dipahami
banwa Allah telah membuat keseimbangan kimiawi, fisiologis, dan astronomis yang
ada di alam semesta secara mengagumkan sehingga tidak kita temukan kesalahan
sekecil apa pun di dalamnya. Kesalahan
perhitungan sekecil apa pun, bahkan sebesar rambut dibelah lima puluh (bukan
sekadar dibelah tujuh), sekalipun pasti akan berakibat fatal. Di sini, tidak
ada toleransi terhadap kesalahan sekecil apa pun.
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ (٤٩)وَمَا أَمْرُنَا إِلا وَاحِدَةٌ
كَلَمْحٍ بِالْبَصَرِ (٥٠)
Sesungguhnya segala sesuatu telah Kami ciptakan dengan
kadar (kalkulasi dan akurasi) yang ditentukan. Dan perintah Kami hanyalah
(dengan) satu perkataan bagaikan kejapan mata. (QS Al-Qamar: 49-50).
Betapa akuratnya perhitungan Allah dalam penciptaan
benda-benda angkasa sehingga keberadaannya dapat dihisab sekaligus dirukyat.
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ
مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ
إِلا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (٥)
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu
mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian
itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada
orang-orang yang berilmu. (QS Yunus: 5).
Sungguh, secerdas apa pun pikiran manusia, mereka tidak
akan mampu menjangkau angka perhitungan di seluruh jagad raya dari atom terkecil
hingga planet terbesar dalam berbagai jenis, orbit, dan lingkungannya. Manusia,
bahkan tidak akan mampu menyebut angka perhitungan yang terjadi dalam tubuh
mereka sendiri.
Al-Qur’an tidak saja menjelaskan tentang akurasi
perhitungan Allah terhadap penciptaan langit dan bumi. Tapi Dia sangat cermat
dalam memperhitungkan segala amal perbuatan hamba-Nya dan membalas mereka
sesuai dengan keadilan-Nya.
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا (٨٦)
Sesungguhnya Allah Maha memperhitungkan segala sesuatu. (QS An-Nisaa: 86).
2.
Meneladani Allah
dengan sifat al Hasib
a.
Meyakini bahwa penciptaan alam
raya dalam perhitungan yang akurat.
Apabila kita rajin mengamati benda-benda
kosmos di angkasa, kita akan mendapati benda-benda itu bergerak stabil tanpa dipengaruhi
faktor-faktor eksternal sejak jutaan tahun yang lampau. Tak bisa tidak, kita
akan menyimpulkan bahwa ada sistem perhitungan yang amat komplek atasnya yang
begitu alamiah. Perhitungan yang diperlukan untuk menjalankan kosmos besar itu
tidak pernah bisa dijangkau oleh “rasio” manusia.
إِنَّ فِي
خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي
الألْبَابِ (١٩٠)الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ
وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا
بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (١٩١)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,
dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berakal,191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari
siksa neraka.(QS. Ali Imran- 190-191)
b.
Pandai melakukan introspeksi
terhadap diri sendiri.
Suatu hal
yang sangat penting kita lakukan adalah membuat catatan pribadi mengenai amal
perbuatan yang kita lakukan setiap hari. Catatan itu berfungsi sebagai alat
kontrol terhadap amal kita sekaligus mengingatkan akan semua hal negatif yang
terlanjur kita lakukan agar kita dapat segera menaggulanginya, sehingga kita
akan mengalami kemajuan pada langkah berikutnya.
Sayyidina Umar bin Khattab pernah
mengatakan: “koreksilah dirimu sebelum dikoreksi, evaluasilah sebelum
dievaluasi, dan berbekalah dengan amal shaleh untuk menyambut hari penampilan
yang besar (Hari Perhitungan)”.
Salah satu bentuk evaluasi diri yang paling berguna adalah
menyendiri untuk melakukan muhasabah dan mengoreksi berbagai amalan yang telah
dilakukan. Diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab, beliau mengatakan, “Koreksilah
diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah (dengan amal shalih) untuk
pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)” (HR. Tirmidzi).
Diriwayatkan dari Maimun bin Mihran, beliau berkata,
Hamba tidak dikatakan bertakwa hingga dia mengoreksi dirinya
sebagaimana dia mengoreksi rekannya
(HR. Tirmidzi).
c.
Bersemangat
dalam melakukan kebaikan
Berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan
adalah salah satu akhlak terpuji yang apabila kita melaksanakannya akan mendapat
pahala dari Allah swt.
Allah tidak menyianyiakan dan pasti memperhitungkan segala
aktifitas manusia baik berupa pahala maupun dosa tanpa mengurangi sedikitpun
apa yang telah diusahakan. Mereka yang mukmin yakin bahwa Allah yang menyandang
sifat Al Hasib pasti memberi pahala atas segala kebaikan yang mereka kerjakan
yang berujung pada surga Allah dan demikian pula sebaliknya. Bagi mereka yang
meneladani sifat Allah tersebut akan selalu hati-hati dan waspada akan
kemungkinan terjerembab pada kenistaan.
وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ
كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا (١٩)
“Dan
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan
sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, Maka mereka itu adalah orang-orang
yang usahanya dibalasi dengan baik”. (QS. Al Isra: 19)
d.
Merasa tentram
dan merasa cukup dengan segala rizki dari Allah
Manusia yang meneladani sifat al Hasib
akan merasakan tentram dan merasa cukup dengan apapun yang Allah berikan kepadanya. Mereka akan selalu merasa tentram, tidak
terusik oleh gangguan dan tidak kecewa oleh kehilangan materi atau kesempatan,
karena selalu merasa cukup dengan Al-Hasib.
إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ
مَا فِي الأرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ
بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (٣٤)
“Sesungguhnya
Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah
yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada
seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya
besok dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. QS.
Lukman: 34)
E.
AL HADI
1.
Pengertian al
Hadi
Secara bahasa al hadi dapat diartikan
dengan tampil kedepan memberi petunjuk dan menyampaikan dengan lemah
lembut. Al Hadi dapat diartikan juga pemberi petunjuk, maksudnya
adalah Allah swt yang menganugrahkan petunjuk atau hidayah kepada hamba-hamba
yang dikehendaki-Nya, sesuai dengan peranan makhluk dan sesuai dengan tingkatannya.
Allah juga memberikan petunjuk kepada
hamba-hamba-Nya untuk selalu beribadah kepada-Nya, serta mengikuti ajaran
Rasul-Nya. Dialah Allah yang memberi petunjuk kepada orang-orang yang berbuat
maksiat sehingga ia bertaubat. Allahlah yang telah menunjukkan jalan kepada
orang-orang yang sesat sehingga mereka kembali ke jalan yang benar. Allah
berfirman :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا
لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ وَكَفَى بِرَبِّكَ هَادِيًا وَنَصِيرًا
(٣١)
“Dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.” (QS. Al Furqoon
: 31)
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ
نَسْتَعِينُ (٥)اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (٦)
“Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah
kami memohon pertolongan. Tunjukkanlah kami jalan yang lurus.” (QS. Al Faatihah
: 5-6)
2.
Meneladani Allah
dengan sifat al Hadi
a.
Berharap terus
mendapat petunjuk
Seorang muslim berkeyakinan bahwa yang dapat memberi tujuan hanya
Allah. Oleh karenanya tumpuhan harapan muslim hanya ditujukan kepada Allah
sebagai yang mempunyai petunjuk yang paling benar dan akurat, oleh karena itu
manusia perlu memohon kepada Allah dengan sepenuh hati. Seperti diterangkan
dalam QS, Al Baqarah: 120
إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى (١٢٠)
“Sesungguhnya petunjuk
Allah Itulah petunjuk (yang benar)”
اللَّهُمَّ إِنِّى
أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالسَّدَادَ
“Ya
Allah, meminta kepada-Mu petunjuk dan kebenaran.”
b.
Secara konsisten
dalam menjaga aneka petunjuk yang telah diberikan Allah
Bagi yang dikehendaki Allah swt menerima hidayah
berupa kebenaran iman dan Islam tidaklah sulit. Sebagai muslim kita wajib
bersyukur telah mendapat hidayah-Nya. Caranya adalah tetap menjaga dan memelihara
keimanan dan keislaman tersebut, antara lain dengan tetap melaksanakan perintah
Allah swt dan menjauhi larangan-Nya sesuai pengetahuan dan kemampuan kita. QS.
Al Hajj: 54,
وَإِنَّ اللَّهَ لَهَادِ الَّذِينَ آمَنُوا إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
(٥٤)
“Sesungguhnya
Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang
lurus”.
c.
Memberi petunjuk
yang benar dengan penuh amanah
Manusia diperintah Allah untuk menyampaikan
amanah kepada yang berhak menerimanya (QS. An Nisa’: 58), hal ini berkaitan
dengan tatanan berinteraksi sosial (muamalah) atau hablun min al-nas. Sifat dan
sikap amanah harus menjadi kepribadian atau sikap mental setiap individu dalam
komunitas masyarakat agar tercipta harmonisasi hubungan dalam setiap gerak
langkah kehidupan. Dengan memiliki sikap mental yang amanah akan terjalin sikap
saling percaya, positif thinking, jujur dan transparan dalam seluruh aktifitas
kehidupan yang pada akhirnya akan terbentuk model masyarakat yang ideal yaitu
masyarakat aman, damai dan sejahtera.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا
يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا (٥٨)
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat”.(QS. An Nisa’: 58)
F.
AL KHALIQ
1.
Pengertian al
Khaliq
Al Khaliq secara
bahasa berasal dari kata khalq atau khalaqa yang berarti mengukur
atau memperhalus. Al-Khaliq secara bahasa berasal dari kata khalq
atau khalaqa yang berarti mengukur atau memperhalus.
Kemudian, makna ini berkembang dengan arti menciptakan tanpa contoh sebelumnya.
Kata khalaqa dalam berbagai bentuknya memberikan penekanan tentang
kehebatan dan kebesaran Allah dalam ciptaan-Nya.
Allah Al-Khaliq, artinya Allah pencipta semua makhluk
dan segala sesuatu. Malaikat, jin, manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan,
matahari, bulan, bintang, dan segala yang ada di alam ini diciptakan oleh
Allah. Allah menciptakan setiap makhluk secara sempurna dan dalam bentuk yang
sebaik-baiknya dengan ukuran yang paling tepat. Al-Qur'an menegaskan,
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الإنْسَانِ
مِنْ طِينٍ (٧)
“Yang memperindah segala sesuatu yang Dia
ciptakan dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.”(QS. As-Sajdah : 7)
2.
Meneladani Allah
dengan sifat al Hadi
a.
Bersikap kreatif
dan berfikir kritis
Dalam perspektif islam, kreatif dapat diartikan
sebagai kesadaran keimanan seseorang, untuk
menggunakan keseluruhan daya dan kemampuan diri yang dimiliki sebagai wujud
syukur akan nikmat Allah, guna menghasilkan sesuatu yang terbaik dan bermanfat
bagi kehidupan sebagai wujud pengabdian yang tulus kehadirat Allah.
Orang-orang yang kreatif biasanya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi,
sehingga tidak segan-segan untuk terus belajar dan bertanya. Hal ini membuat
orang-orang kreatif semakin cerdas dan berwawasan luas.Tak heran jika
orang-orang seperti ini menjadi lebih maju pola berpikirnya. Ia tak mudah
menyerah ketika kesulitan datang, mampu menyelesaikan masalah dalam
hidupnya, dan tentu saja berpotensi tinggi dalam meraih kesuksesan. Berpikir
membawa banyak manfaat bagi kita dalam menghadapi kehidupan sehari-hari, dalam
mencari jawaban dan solusi yang tepat untuk setiap permasalahan.
خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ بِالْحَقِّ يُكَوِّرُ اللَّيْلَ عَلَى
النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ
كُلٌّ يَجْرِي لأجَلٍ مُسَمًّى أَلا هُوَ الْعَزِيزُ الْغَفَّارُ (٥)
Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia
menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam dan menundukkan
matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan.
ingatlah Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Az Zumar : 5)
b.
Melakukan aneka
amal kebaikan
Amal saleh adalah bukti dari keimanan seseorang.
Artinya, orang yang beriman kepada Allah SWT harus membuktikan keimanannya
dengan melakukan amal saleh. Dalam berbuat kebaikan harus disertai dengan niat
yang ikhlas karena Allah semata, sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an,
ِ وَٱلْعَصْرِ
إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَفِى خُسْرٍ
إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟
ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ
1. demi masa. 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran. (QS. Al Ashr: 1-3)
c.
Memanfaatkan sumber daya alam
Allah menyatakan dalam Al-Qur’an bahwa alam diciptakan untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Allah berfirman,
tوَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا
فِي الأرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
(١٣)
Dan Dia menundukkan
untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai
rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. (QS. Al-Jatsiyah:13).
Ayat ini menjelaskan
landasan teologis pembenaran pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Dalam memanfaatkan alam, Islam menetapkan aturan
mainnya. Agama islam memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan alam dengan cara
yang baik dan menjadi manusia bertanggung jawab dalam melindungi alam dan
lingkungannya serta larangan merusaknya.
d.
Melestarikan
lingkungan hidup
Islam mengajarkan agar umat manusia senantiasa
menjaga lingkungan. Hal ini tercermin dalam beberapa pelaksanaan ibadah,
seperti ketika menunaikan ibadah haji. Dalam haji, umat Islam dilarang menebang
pohon-pohon dan membunuh binatang. Apabila larangan tersebut dilanggar maka ia akan mendapatkan dosa dan diharuskan membayar denda (dam).
Lebih dari itu Allah SWT melarang manusia berbuat kerusakan di muka bumi.
وَلا تُفْسِدُوا
فِي الأرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ
قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ (٥٦)
Dan
janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya
dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
(QS. Al A’raf: 56)
G.
AL HAKIM
1.
Pengertian al
Hakim
Al-Hakim artinya yang memiliki hikmah, sifat, perbuatan dan
pengetahuan yang paling utama. Dengan hikmah-Nya, Allah menebarkan
kemaslahatan, kemanfaatan dan kemudahan yang lebih besar atau lebih baik.
Dengan hikmah-Nya pula menghalangi atau menghindarkan terjadinya kemudharatan
dan kesulitan yang lebih besar bagi makhluk-Nya. Tidak ada keraguan dan
kebimbangan dalam segala perintah dan larangan-Nya, dan tak satu pun makhluk
yang dapat menghalangi terlaksananya kebijaksanaan atau hikmah-Nya
Allah menampakkan hikmah-Nya di balik segala sesuatu yang
tampak maupun yang tersembunyi; tidak ada perbuatan-Nya yang sia-sia dan hampa
dari hikmah. Allah menghamparkan berbagai hikmah agar makhluk mengenali-Nya.
Hal ini bukan ditujukan untuk kepentingan-Nya karena Dia tidak membutuhkan
apa-apa pun dari makhluk-Nya.
Sebagian Ulama juga mengartikan Al-Hakiim dengan pengertian
bahwa Allah mengetahui kebenaran secara mutlak dan bertindak berdasarkan
pengetahuan itu secara mutlak pula. Tindakan atau amalan tanpa ilmu berarti
kesesatan, sedangkan ilmu tanpa amalan adalah kesia-siaan.
Bagaimanapun sedikitnya kadar hikmah yang dikaruniakan
kepada seseorang, itu sangat berarti bagi mereka. Hikmah adalah karunia yang
amat besar setelah ilmu. Allah berfirman:
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ
خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلا أُولُو الألْبَابِ (٢٦٩)
“Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah itu,
maka benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak”. (QS. Al Baqarah: 269)
Imam
Ghazali memahami kata hakim dalam arti pengetahuan tentang sesuatu yang
paling utama, dan yang paling utama adalah Allah sebagai hakim yang sebenarnya. Karena Dia
mengetahui ilmu yang paling abadi dan tidak tergambar dalam benak dan tidak
mengalami perubahan dalam pengetahuanya. Hanya Dia pula yang mengetahui wujud
yang paling mulia, karena Dia yang paling mengenal hakekat dzat, sifat dan
perbuatan-Nya.
2.
Meneladani Allah
dengan sifat al Hakim
a.
Berilmu
pengetahuan
Islam
sangat memperhatikan, menghormati, dan menjunjung tinggi martabat ilmu dan
orang yang memiliki ilmu, seperti diterangkan dalam firman Allah :
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا
الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ (١١)
Niscaya Allâh akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat (QS. Al-Mujadilah: 11),
Berdasarkan ayat ini dapat diketahui bahwa Allah akan
meninggikan beberapa derajat orang-orang yang berilmu. Dalam ajaran Islam
mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Mencari ilmu tanpa dibatasi
waktu yaitu mulai dari ayunan sampai ke liang lahat, bahkan ada sebagian
pendapat yang mengatakan bahwa kewajiban mencari ilmu dimulai ketika manusia
masih berbentuk janin sampai ke liang lahat. Dari ajaran ini, dapat kita
simpulkan betapa luar biasanya kedudukan ilmu pengetahuan dan orang yang
berilmu pengetahuan. Di samping itu, ilmu dapat menjadi cahaya jalan yang
menerangi jalan dalam mencapai petunjuk dan kebaikan.
b.
Berfikir untuk
kemanfaatan dan kemaslahatan
Muslim yang
meneladani Allah sebagai Al Hakim memiliki kesediaan untuk menyampaikan
ilmunya kepada orang lain, memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki masyarakat
serta terpanggil hatinya untuk menjadi pelopor terciptanya kemaslahatan dalam
masyarakat.
Selain
menyampaikan ilmunya kepada orang lain, dia juga selalu berfikir untuk
kemanfaatan dan kemaslahatan, baik untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain
dengan memanfaatkan apa saja yang dia miliki. Diterangkan dalam firman Allah :
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ
فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ
أُولُو الألْبَابِ (١٨)
“Yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik
di antaranya. Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan
mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal”.
(QS. Az Zumar: 18)
c.
Bersikap adil
Adil adalah menempatkan sesuatu pada
tempatnya atau menggunakan sesuatu sesuai dengan kadarnya. Bersikap adil bukan
saja dilakukan kepada orang lain tetapi juga kepada diri sendiri. Berperilaku
sesuai dengan ketentuan tanpa menyalahi aturan adalah salah satu bentuk
keadilan pada diri sendiri. Disiplin menggunakan waktu, memperhatikan hak-hak
jasmani dan rohani kita juga termasuk sikap adil.
Salah satu aspek keadilan
adalah memperhatikan hak-hak orang lain dan memberikan hak-hak itu kepada setiap
pemiliknya. Lawan dari adil adalah zalim, dalam arti pelanggaran terhadap hak-hak diri sendiri atau hak-hak orang
lain. Kita tidak dapat menjadikan Kebencian
sebagai alasan kita untuk tidak berbuat adil, walaupun kebencian itu tertuju
kepada kaum non-Muslim. Perilaku
adil ini sudah diterangkan dalam al Qur’an :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا (١٣٥)
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau
ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya atau miskin, Maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala
apa yang kamu kerjakan”. (QS Al-Nisa': 135)
d.
Bertindak
profesional
Profesional adalah seseorang yang
menawarkan jasa atau layanan sesuai dengan protocol dan peraturan dalam bidang
yang dijalaninya dan meminta gaji sebagai upah atas jasanya (wikepedia bahasa
Indonesia). Dalam pengertian lain, professional adalah tingkah laku, suatu
tujuan atau suatu rangkaian kualitas yang menandai atau melukiskan coraknya
suatu profesi. Professional mengandung arti menjalankan suatu profesi untuk
hasil atau keuntungan.
Terlepas dari pengertian
diatas, bertindak profesional yang kita maksudkan disini adalah bertindak
sesuai dengan aturan yang ada, tidak terpengaruh dengan perasaan apapun. Atau
dapat kita definisikan dengan melakukan sesuatu secara maksimal, tidak setengah-setengah.
Untuk dapat bertindak
profesional kita memerlukan pengetahuan yang maksimal sebagai pendukung
tindakan kita, sehingga kita tidak bertindak tanpa dasar. Berikut ini ciri-ciri
orang yang profesional diantaranya adalah :
1. Perfect; artinya menghendaki atau mengejar hasil yang sempurna.
2. Bersungguh-sungguh dan teliti dalam bekerja
3. Memiliki sifat tekun dan tabah atau tidak cepat puas dengan hasil
yang diperoleh
4. Memiliki integritas yang tinggi yang tidak tergoyahkan oleh
keadaan terpaksa
5. Memiliki kebulatan fikiran dan perbuatan sehingga menciptakan
efektifitas kerja dan semangat kerja yang tinggi, serta sifat pantang menyerah.
KESIMPULAN
- Al-Ghaffar artinya adalah Dzat yang menampakkkan kebagusan dan menutupi kejelekan di dunia, dan memaafkan hukumannya di akhirat. Dari makna sifat al Ghafar yang kita pelajari maka kita seharusnya memiliki sifat pemaaf, berani mengakui kesalahan dan besar hati menutupi aib diri dan aib orang lain.
- Ar-Razzaq adalah Allah yang berulang-ulang dan banyak sekali memberi rezeki kepada mahluk-mahluk-Nya. Dia yang menciptakan rezeki dan menciptakan yang mencari rezeki. Kita dapat mengambil pelajaran dari ar Razzaq dengan semangat, sabar dan ikhlas dalam mencari dan membelanjakan rezeki yang Allah berikan pada jalan yang diridhoi Allah.
- Al Malik mengandung arti penguasaan terhadap sesuatu disebabkan oleh kekuatan pengendalian dan keshahihanya. Hal ini menunjukkan bahwa Allah adalah segala kekuatan yang ada di alam semesta ini yang shahih dan tidak dapat di ingkari lagi kekuasaan-Nya meliputi semesta alam dan pengetahuan yang ada.
- Al-Hasib bermakna, Allah yang mencukupi siapa yang mengandalkannya. Sifat ini tidak dapat disandang kecuali oleh Allah sendiri, karena hanya Allah yang dapat mencukupi, juga diandalkan oleh setiap makhluk. Allah sendiri yang dapat mencukupi semua makhluk, mewujudkan kebutuhan mereka, melanggengkan bahkan menyempurnakanya.
5.Al-Hadi
artinya Allah Maha Pemberi Petunjuk. Maksudnya adalah Allah swt yang
menganugerahkan petunjuk atau hidayah-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang
dikehendaki sesuai dengan peranan mahluk sesuai tingkatanya. Maka hanya kepada
Allah-lah kita meminta petunjuk dan pertolongan.
- Allah Al-Khaliq, artinya Allah pencipta semua makhluk dan segala sesuatu. Malaikat, jin, manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, matahari, bulan, bintang, dan segala yang ada di alam ini diciptakan oleh Allah. Allah menciptakan setiap makhluk secara sempurna dan dalam bentuk yang sebaik-baiknya dengan ukuran yang paling tepat. Meneladani al Khaliq maka kita harus menjadi hamba yang pandai bersukur dengan segala nikmat yang Allah berikan kepada kita.
- Meneladani sifat al hakim dapat melahirkan sifat-sifat terpuji seperti disiplin, adil dan professional.
Kk izin Share link belajar
BalasHapushttps://belajar-2.blogspot.com/2020/10/latihan-akidah-akhlak-kelas-xii-bab.html