BAB VII
MENGHINDARI AKHLAK TERCELA
A.
PENDALAMAN MATERI
Selanjutnya
Anda pelajari uraian berikut ini dan Anda kembangkan dengan mencari materi
tambahan dari sumber belajar lainnya
FITNAH
1. Pengertian Fitnah
Dalam kitab Lisanul Arab, kata
fitnah merupakan bentukmasdar dari fatana-yaftinu-fatnanatau fitnatan yang berarti ujian dan cobaan, yang asal mula katanya bararti membakar logam emas dan
perak untuk membersihkan dan mengetahui kadarnya. Dalam kamus Al
Munawwir fitnah adalah
bermakna memikat, menggoda, membujuk, menyesatkan, membakar,
menghalang-halangi, membelokkan, menyeleweng, menyimpang, dan gila.
Dalam Kamus Besar Bahas Indonesia, kata fitnah berarti perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dng
maksud menjelekkan orang, seperti menodai nama baik, merugikan
kehormatan orang. Menurut Mahmud
Muhammad al Khazandar fitnah adalah sesuatu yang menimpa, individu atau
golongan, berupa kebinasaan atau kemunduran tingkatan iman, atau kekacauan di
dalam barisan Islam.
Kata
fitnah, meskipun diserap dari bahasa Arab apa adanya, makna dan penggunaannya
dalam bahasa kita sangat berbeda. Dalam bahasa kita, fitnah biasa diartikan
sebagai perkataan (tanpa dasar) yang dilancarkan untuk menjatuhkan atau
merendahkan martabat seseorang. Fitnah berintikan kebohongan yang diciptakan
untuk membunuh karakter (character assassination) seseorang karena
persaingan ekonomi (bisnis) atau terutama karena persaingan dalam politik.
Dalam
Al Quran, kata fitnah dalam berbagai bentuknya digunakan untuk beberapa makna
diantaranya:
a.
Fitnah
berarti al ikhtibar.
Yakni ujian dan cobaan, seperti pada ayat,
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ
اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (٢٨)
"Dan ketahuilah bahwa hartamu dan
anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan." (QS
al Anfal [8]: 28)
إِذْ تَمْشِي أُخْتُكَ فَتَقُولُ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى مَنْ يَكْفُلُهُ
فَرَجَعْنَاكَ إِلَى أُمِّكَ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلا تَحْزَنَ وَقَتَلْتَ نَفْسًا
فَنَجَّيْنَاكَ مِنَ الْغَمِّ وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا فَلَبِثْتَ سِنِينَ فِي أَهْلِ
مَدْيَنَ ثُمَّ جِئْتَ عَلَى قَدَرٍ يَا مُوسَى (٤٠)
“(yaitu) ketika
saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun):
"Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?"
Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka
cita. dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari
kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan; Maka kamu tinggal
beberapa tahun diantara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu
yang ditetapkan Hai Musa”,(QS Thaha [20]: 40).
b.
Fitnah
berarti al bala'
Adalah bencana (QS. al Anfal [8]: 25) atau
siksaan dan penganiayaan yang sangat kejam dan melampaui batas-batas peri
kemanusiaan, seperti interogasi disertai penyiksaan yang biasa dilakukan di
tempat tahanan atau penjara. Pernyataan Alquran bahwa "Fitnah lebih
kejam daripada pembunuhan" (QS. al Baqarah [2]: 191) dimaksudkan untuk
makna kedua ini. Hal ini disebabkan mati (dibunuh) tentu lebih ringan daripada
dibiarkan hidup, tetapi disiksa secara biadab.
وَاتَّقُوا
فِتْنَةً لا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ
شَدِيدُ الْعِقَابِ (٢٥)
“dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus
menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah
Amat keras siksaan-Nya”. (QS. al Anfal [8]: 25)
وَالْفِتْنَةُ
أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ …(١٩١)
dan fitnahitu lebih
besar bahayanya dari pembunuhan.”(QS. al Baqarah [2]: 191)
c.
Fitnah berarti al 'adzab.
Yakni siksa Allah di akhirat.
ذُوقُوا فِتْنَتَكُمْ هَذَا الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تَسْتَعْجِلُونَ
(١٤)
Rasakanlah siksaanmu itu. Inilah azab yang dulu
kamu minta untuk disegerakan." (QS al Dzariyat [51]: 14).
Berdasar uraian
diatas, fitnah bermakna ujian atau cobaan dalam berbagai macam bentuknya. Ada
ujian yang buruk seperti siksaan, kesusahan, penderitaan, penyakit.
2.
Bahaya Perilaku
Fitnah
a. Merusak Keharmonisan Keluarga dan Masyarakat
Dalam sejarah Islam terkenal sebuah kisah
besar tentang fitnah yang menimpa ‘Aisyah istri Rasulullah SAW, yang telah
diftnah berbuat selingkuh dengan salah seorang shahabat bernama Shafwan bin
Mu’aththal. Orang-orang munafiq menghembuskan fitnah itu dalam rangka
mendiskreditkan keluarga Rasulullah SAW.
Dengan menyebarkan fitnah itu mereka
berharap bahwa Rasulullah SAW beserta keluarganya akan kehilangan kepercayaan
dari kaum muslimin. Kepercayaan adalah pintu kesetiaan, kesetiaan adalah pintu
untuk mendapatkan dukungan dan dukungan adalah pintu untuk meraih keberhasilan.
Maka untuk menggagalkan dukungan dari kaum muslimin, orang-orang munafiq
menebarkan fitnah untuk menghilangkan kepercayaan kaum muslimin kepada
Rasulullah dan keluarganya.
Begitu besarnya bahaya fitnah tersebut
terhadap kelangsungan dakwah Rasulullah SAW, maka Allah merasa perlu
membersihkan nama ‘Aisyah dengan menurunkan beberapa ayat-Nya, QS. an Nur [24]:
12
لَوْلا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ
بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُبِينٌ (١٢)
“mengapa di waktu kamu
mendengar berita bohon itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka
baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini
adalah suatu berita bohong yang nyata."
b. Merusak karakter dan nama baik individu lain
Perilaku fitnah merugikan idifidu lain, malah menyebabkan hilangnya
perasaan kasih sayang, hormat dan kepercayaan di
kalangan masyarakat, sehingga runtuh segala sendi kebahagiaan hidup bermasyarakat. Diantara faktor
yang menimbulkan fitnah ialah dorongan perasaan iri hati atau dengki terhadap orang lain,
ditambah minimnya iman, memperturutkan hawa nafsu dan sulit menerima
kebenaran.
Seseorang melakukan fitnah kepada saudaranya dapat terjadi karena ingin mendapatkan
kuasa, pengaruh serta kepercayaan
orang terhadap diri dan dakwaannya, malah ingin menunjukkan dirinya seorang yang lebih
baik daripada saudaranya itu. Keadaan
ini biasanya dibarengi dengan usaha membeberkan keburukan yang pernah
dilakukan orang lain yang bisa jadi tanpa dasar, sehingga karakter dan nama
baiknya rusak.
c. Menyebar Permusuhan dan perpecahan
Persatuan
dan solidaritas merupakan langkah logis dan rasional, juga sesuai dengan ajaran
agama Islam. Sebaliknya perpecahan merupakan fenomena tidak logis dan
bertentangan dengan karakter manusia bahkan bertentangan dengan anjuran Al Quran.
Tidak dapat dimungkiri bahwa dampak dari fitnah bukan saja
terhadap mereka yang difitnah, tapi juga terhadap masyarakat luas. Di tanah air
kita sendiri seringkali terjadi keributan dan kerusuhan yang disebabkan oleh
fitnah dan adu domba. Begitu besarnya bahaya dan dosa fitnah,
Bahkan, Nabi Muhammad SAW SAW lebih mempertegasnya lagi dengan
sabdanya, ''Tidak akan masuk surga orang yang menghambur-hamburkan fitnah
(suka mengadu domba).'' (HR. Abu Dawud dan Thurmudzi).
d. Menyesatkan Kebenaran Informasi
Pelaku fitnah pada dasarnya dilakukan oleh mereka yang pengalaman
religiusnya rendah, sehingga mempunyai kecenderungan mengada-adakan informasi
yang bertentangan dengan ajaran agama dan bahkan melakukan banyak kegiatan yang
mengarah pada berbagai bentuk kemusyrikan serta menolak kebenaran.
Fitnah dalam beberapa hal dan keadaan tertentu, dapat menyesatkan
manusia. Al-Qur'an berulang-kali menceritakan kisah orang-orang yang tersesat.
Sebagai contoh, ketika Musa meninggalkan umatnya, mereka mengikuti Samiri yang
membuat patung anak sapi dan memujanya.
فَأَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ
فَقَالُوا هَذَا إِلَهُكُمْ وَإِلَهُ مُوسَى فَنَسِيَ (٨٨)أَفَلا يَرَوْنَ أَلا يَرْجِعُ
إِلَيْهِمْ قَوْلا وَلا يَمْلِكُ لَهُمْ ضَرًّا وَلا نَفْعًا (٨٩)وَلَقَدْ قَالَ لَهُمْ
هَارُونُ مِنْ قَبْلُ يَا قَوْمِ إِنَّمَا فُتِنْتُمْ بِهِ وَإِنَّ رَبَّكُمُ الرَّحْمَنُ
فَاتَّبِعُونِي وَأَطِيعُوا أَمْرِي (٩٠)
“kemudian Samiri mengeluarkan untuk
mereka (dari lobang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara, Maka mereka berkata: "Inilah Tuhanmu dan
Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa". Maka Apakah mereka tidak
memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada
mereka, dan tidak dapat memberi kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula)
kemanfaatan? dan Sesungguhnya Harun
telah berkata kepada mereka sebelumnya: "Hai kaumku, Sesungguhnya kamu
hanya diberi cobaan dengan anak lembu. itu dan Sesungguhnya Tuhanmu ialah
(tuhan) yang Maha pemurah, Maka ikutilah aku dan taatilah perintahku". (QS. Thaha [20]:
88-90)
3.
Menghindari Perilaku
Fitnah
a.
Meningkatkan keimanan
Iman
yang benar dan akidah yang lurus itu memiliki pengaruh yang besar dan peran
yang sangat vital untuk membantu mengatasi dan menyikapi berbagai kejadian dan
musibah serta ujian yang menimpa manusia. Hal itu dikarenakan seorang yang
memiliki iman dan akidah yang benar mendapatkan berbagai prinsip dan kaedah
penting dari agamanya. Seorang mukmin tidak akan terpengaruh dan merasa takut
dengan berbagai propaganda. Bahkan seorang mukmin itu jika ditakut-takuti
dengan berbagai sesembahan selain Allah maka dia akan semakin beriman dan yakin
kepada Allah sebagaimana para sahabat. Firman Allah QS. Ali Imran:
173-174)
الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا
لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ
الْوَكِيلُ (١٧٣)فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ
سُوءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللَّهِ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ (١٧٤)
“ (yaitu) orang-orang
(yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang
mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", Maka Perkataan itu
menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi
penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung". Maka mereka kembali
dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat
bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. dan Allah mempunyai karunia
yang besar.”
b.
Menerima dan menyebar
informasi secara proporsional
Tidak
menyebarkan semua berita yang didengar, terlebih berita yang bisa menimbulkan
kekhawatiran atau rasa aman di tengah-tengah masyarat.Sebagian orang ketika
timbul fitnah sangat bersemangat untuk menyebarkan berita apa pun keadaannya
dan menyampaikannya sebagaimana yang dia dengar tanpa mengecek berita yang
benar dan berita yang salah. Demikian juga tanpa mempertimbangkan dampak yang
timbul jika berita tersebut disebarluaskan.
Ada
beberapa langkah yang harus dilakukan menyikapi adanya suatu berita.memastikan
keabsahan beritasumber berita atau penyampai berita merenungkan dan
menimbang-nimbang apakah menyebarluaskan berita itu bermanfaat bagi manusia
baik dari sisi agama ataupun dunia ataukah malah menimbulkan bahaya berupa masyarakat
menjadi ketakutan, merasa resah dan sebagainya.Oleh karena itu, untuk berita
semacam ini Allah berfirman dalam QS. an Nisa’ : 83.
وَإِذَا جَاءَهُمْ
أَمْرٌ مِنَ الأمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ
وَإِلَى أُولِي الأمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ
وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلا
قَلِيلا (٨٣)
dan apabila datang
kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya.
dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri). kalau tidaklah karena karunia
dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali
sebahagian kecil saja (di antaramu).”
c.
Bersikap sabar dan mengharap rahmat Allah
Sesungguhnya ujian
dan cobaan yang datang bertubi-tubi yang menerpa hidup manusia merupakan
satu ketentuan yang telah ditetapkan Allah. Bagi orang-orang mukmin sabar
adalah solusi, dalam menghadapi berbagai macam ujian dan cobaan hidup di dunia
ini. Kesabaran merupakan perkara yang amat dicintai oleh Allah. Dengan berbagai
musibah yang datang silih berganti ini, hendaknya seorang bermuhasabah diri dan
makin mendekatkan diri kepada Allah swt. Karena tidak ada yang bisa memberikan
solusi terbaik dari berbagai ujian dan cobaan hidup melainkan hanya Allah.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥)الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا
لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (١٥٦)أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ
وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (١٥٧)
dan sungguh akan Kami
berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,
jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:
"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang
sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk.(QS. al Baqarah [2]: 155-157)
d.
Bersikap bijaksana
Pemahaman yang tepat terhadap
realitas informasi al Quran bahwa kehidupan dunia adalah tempat terjadinya
fitnah/ ujian yang berfungsi untuk membedakan apakah seseorang itu benar-benar
beriman atau tidak.
أَحَسِبَ
النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ (٢)وَلَقَدْ
فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ
الْكَاذِبِينَ (٣)
“ Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? dan Sesungguhnya Kami telah menguji
orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang
yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta". (QS. Al Ankabut :
2-3)
e.
Memohon agar terhindar yang membahayakan diri
dan lingkungan dari ujian
Bagi orang beriman yang memahami hakekat kehidupan dunia, tetap
belum aman terhadap fitnah, karena syetan selalu mengawasi mereka dan
menggodanya sehingga orang beriman itu, lalai, jatuh dan terkena fitnah dunia
dengan segala macamnya.
رَبَّنَا
لا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ
الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (٥)
“Ya Tuhan Kami,
janganlah Engkau jadikan Kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. dan
ampunilah Kami Ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana". (QS. Al-Mumtahanah : 5)
Rasulullah selalu
mengajarkan kepada umatnya agar berlindung kepada Allah dari berbagai macam
fitnah yang membahayakan manusia. Diantara do’a Rasul saw. untuk membentengi
fitnah tersebut yaitu :
اللَّهُمَّ إنِّي أعُوذُ
بِكَ مِنَ البُخْلِ، وَأَعوذُ بِكَ مِنَ الجُبْنِ، وَأعُوذُ بِكَ أنْ أُرَدَّ
إِلَى أَرْذَلِ العُمُرِ، وَأعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَأَعُوذُ بِكَ
مِنْ عَذَابِ القَبْرِ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kebakhilan, aku berlindung
kepada-Mu dari sifat pengecut, aku berlindung kepada-Mu dari kepikunan, dan aku
berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia dan siksa kubur”. (HR. Al-Bukhari, Al-Tirmidzi, al-Nasai, dan
Ahmad)
NAMIMAH
1.
Pengertian Namimah
Secara etimologi, dalam bahasa Arab, namimah
bermakna suara pelan atau gerakan. Namimah mengandung arti mengadu domba antara pihak satu dengan
pihak yang lain. Al Baghawi menjelaskan bahwa namimah adalah
mengutip suatu perkataan dengan tujuan untuk mengadu domba antara seseorang
dengan si pembicara. Menurut Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalaani namimah
adalah membeberkan sesuatu yang tidak suka untuk dibeberkan. Baik yang tidak suka
adalah pihak yang dibicarakan atau pihak yang menerima berita, maupun pihak
lainnya. Baik yang disebarkan itu berupa perkataan maupun perbuatan. Baik
berupa aib ataupun bukan. Orang yang mempunyai penyakit hati namimah suka
sekali menyebarkan berita yang menimbulkan kekacauan antara manusia. Contoh dari Namimah ini:
Ketika si A berkata kepada si B tentang si C; bahwa si C itu orangnya tamak,
rakus, lalu si B tanpa tabayyun (klarifikasi) menyampaikan kepada si C
perkataan si A dengan tujuan agar si C marah dan benci kepada si A, sehingga
dengan demikian si B dapat dikatakan sebagai orang yang berbuat Fitnah
(Namimah) yaitu sebagai penyebar fitnah.
2.
Nilai negatif
perilaku Namimah
a.
Mendapat dosa
Rasulullah
SAW mengingatkan kaum muslimin agar jangan melakukan namimah, karena namimah
merupakan dosa besar, kelak Allah mengazabnya di dalam kubur dan
tidak dapat masuk surga,
عَنْ
حُذَ يْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لاَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَامٌ
“Tidak akan bisa masuk
surga orang yang suka melakukan namimah”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam
riwayat lain dikatakan bahwa ketika Rasulullah SAW melewati dua kuburan, beliau
mendengar orang yang berada di dalamnya sedang disiksa oleh para malaikat. Lalu
beliau bersabda pada para sahabat yang beserta beliau : Pelaku namimah juga diancam dengan adzab di alam kubur. Ibnu Abbas
meriwayatkan,
عَنْ عبد الله بنِ عَبَّاسٍ
قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ
إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا
فَكَانَ لا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي
بِالنَّمِيمَةِ فأَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي
كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً فقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ
لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
“Daripada
Abdullah bin Abbas ra dia berkata, Nabi SAW melewati dua kubur. Baginda lantas
bersabda, “Sungguh keduanya sedang disiksa, dan tidaklah keduanya disiksa
kerana perkara besar. Salah seorang dari keduanya tidak bertabir dari kencing.
Sedangkan yang satunya lagi, berjalan sambil namimah (suka mengadu domba).”
Baginda lantas mengambil pelepah kurma yang basah dan membelahnya menjadi dua
bahagian, lalu Baginda menancapkan di masing-masing kubur tersebut satu
belahan. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah. Mengapa anda melakukan hal
ini?” Baginda menjawab, “Semoga ia dapat meringankan siksaannya, selama
keduanya belum kering”.
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
b.
Mendapat predikat orang fasik
Allah mensifati pelaku namimah sebagai orang
fasiq yakni orang yang menyaksikan tetapi tidak meyakini dan melaksanakan. Ia
juga bermaksud melakukan maksiat, meninggalkan perintah Allah, dan menyimpang
dari jalan yang benar. Berita dari seorang yang diduga pelaku namimah
dibutuhkan klarifikasi, cek dan ricek akan kebenarannya. Atau tidak segera
menyebarkan berita yang tidak jelas sumbernya tersebut sebelum jelas
kedudukannyasebagaimana firman Allah,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا
قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (٦)
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa
suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu”. (QS. Al Hujurat: 6)
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ
غَنْمٍ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ ص: خِيَارُ عِبَادِ اللهِ الَّذِيْنَ اِذَا
رُءُوْا ذُكِرَ اللهُ، وَ شِرَارُ عِبَادِ اللهِ اْلمَشَّاءُوْنَ بِالنَّمِيْمَةِ
اْلمُفَرّقُوْنَ بَيْنَ اْلأَحِبَّةِ اَلْبَاغُوْنَ لِلْبُرَآءِ اْلعَنَتَ
“Dari ‘Abdurrahman bin Ghanmin,
dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Sebaik-baik hamba Allah ialah orang-orang yang
apabila mereka itu dipuji, disebutlah nama Allah, dan seburuk-buruk hamba Allah
ialah orang-orang yang berjalan kesana-kemari berbuat namimah, orang-orang yang
memecah persatuan dengan mencari-cari cela dan keburukan orang-orang yang
bersih”. (HR. Ahmad)
c. Informasi yang diberikan menyesatkan
Dalam keseharian
kadangkala kita mendengar berita yang tidak jelas asal-usulnya, atau isu yang
diperbesarkan dalam lembar provokasi. Berita itu kadang
terkait dengan kehormatan seseorang muslim, atau dengan jabatan. dengan jelas
kita dilarang percaya kepada berita angin, sebelum memastikan kebenaran berita. Jika jelas yang membawa berita adalah orang dikenal sebagai provokator
keburukan, maka wajib bagi kita untuk tidak mempercayai karena akan cenderung
menyesatkan.
وَلا تُطِعْ كُلَّ حَلافٍ مَهِينٍ (١٠)هَمَّازٍ مَشَّاءٍ
بِنَمِيمٍ (١١)
“ dan janganlah kamu ikuti
Setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina. yang banyak mencela, yang kian ke
mari menghambur fitnah. yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi
banyak dosa”, (QS. Al Qalam: 10-11)
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ
قَالَ: اِنَّ مُحَمَّدًا ص قَالَ: اَلاَ اُنَبّئُكُمْ مَا اْلعَضْهُ. هِيَ
النَّمِيْمَةُ اْلقَالَةُ بَيْنَ النَّاسِ. وَ اِنَّ مُحَمَّدًا ص قَالَ: اِنَّ
الرَّجُلَ يَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ صِدّيْقًا وَ يَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ
كَذَّابًا
Dari ‘Abdullah
bin Mas’ud, ia berkata : “Sesungguhnya
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Maukah aku beritahukan kepada kalian,
apakah al-’adlhu itu ?. Al-’adlhu adalah perbuatan namimah yang tersebar di
tengah-tengah manusia”. Dan sesungguhnya Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya
seseorang berbuat jujur sehingga dicatat sebagai orang yang jujur, dan
seseorang berbuat dusta sehingga dicatat sebagai pendusta”. (HR. Muslim)
d. Menimbulkan sikap saling membenci
Namimah
termasuk cara syaitan yang paling keji untuk memisahkan persatuan antara dua kelompok, merusak ukhuwah (persaudaraan) dan mahabbah (rasa
kasih sayang).
المُسْلِمُ أخُو المُسْلِمِ ، لاَ
يَظْلِمُهُ ، وَلاَ يُسْلِمُهُ . مَنْ كَانَ في حَاجَة أخِيه ، كَانَ اللهُ في
حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ بِهَا
كُرْبَةً مِنْ كرَبِ يَومِ القِيَامَةِ ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ
يَومَ القِيَامَةِ
“Seorang
Muslim adalah saudara Muslim yang lain, dia tidak menzaliminya dan tidak
menyerahkannya (kepada musuh), barangsiapa yang memenuhi keperluan saudaranya
(Muslim) nescaya Allah akan memenuhi keperluannya, barangsiapa yang
menghilangkan kesusahan seorang Muslim nescaya Allah akan menghilangkan
kesusahan-kesusahannya pada Hari Kiamat, dan barangsiapa menutupi aib seorang
Muslim nescaya Allah akan menutupi aibnya pada Hari Kiamat”. (Riwayat Bukhari dan Muslim)
e. Merusak hubungan persahabatan
Al-Qur’an
telah menyatakan bahwa perbuatan namimah atau mengadukan perkataan seseorang
kepada orang lain dengan tujuan merusak atau mengadu domba, pelakunya dicap
oleh Al-Qur’an sebagai orang fasik. Oleh karena itu, Allah berpesan, jika kita
menghadapi orang-orang seperti itu, kita harus mengecek kebenaran perkataannya.
Karena lidah orang yang suka namimah pandai menyebarkan fitnah, sehingga
akhirnya akan menimpa orang-orang yang tak tahu menahu. Setelah itu baru kita
sadar dan menyesal, apa yang telah dikatakannya tiada lain fitnah belaka.
اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim (yang
baik) adalah seseorang, yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya”. (HR. Bukhari)
3.
Menghindari perilaku Namimah
a.Menjaga lisan
Berusaha dan bersungguh-sungguhlah untuk menjaga lisan dan menahannya dari
perkataan yang tidak berguna, apalagi dari perkataan yang karenanya saudara
kita tersakiti dan terdzalimi. Bukankah mulut seorang mukmin tidak akan berkata kecuali yang
baik.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا
أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir maka ucapkanlah (perkataan) yang baik atau
diam”.(HR. Bukhari)
b. Berusaha selalu dekat dengan Allah (muqarabah)
Muraqabah adalah salah satu sifat mulia, dimana seseorang yang senantiasa
muraqabah kepada Allah, maka dia akan merasakan bahwa dirinya merasa diawasi
Oleh Allah, karena dia tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Melihat,
Maha Mengetahui, Maha Mendengar, tidak satupun yang luput dari pengetahuannya. Dengan sifat ini maka
dia merasa takut untuk berbuat Namimah.
وَهُوَ مَعَكُمْ
أَيْنَ مَا كُنْتُمْ ...(٤)
dan Dia (Allah) bersama kamu dimana saja kamu berada. (QS.al-Hadiid: 4)
c. Mengakui kesalahan dengan meminta maaf
Bila sudah terlanjur memanas-manasi keadaan, maka dia harus segera
meluruskan kembali permasalahannya sehingga suasana menjadi tenteram kembali,
kemudian meminta maaf kepada keduanya. Jika telah terjadi permusuhan dan
perselisihan antar pihak yang diadu domba, maka dia harus berusaha untuk
mendamaikanya kembali dan meminta maaf kepada kedua belah pihak serta berjanji
tidak akan mengulanginga lagi. Kesadaran tersebut tumbuh akan keyakinan bahwa
Allah selalu mengawasi dan adanya Malaikat yang mengawasi,
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ
وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا (٣٦)
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. (QS. Al Isra’: 36)
d. Intropeksi diri (muhasabah)
Mengenal
diri sendiri adalah pijakan awal untuk mengembangkan diri, dan instrospeksi
diri adalah langkah awal untuk mulai mengenal diri sendiri. Introspeksi diri
sangat diperlukan karena proses tidak selalu berjalan konstan. Pengalaman yang
serupa tidak selalu memberi hasil yang sama, selalu ada keterbatasan dan
perbedaan sudut pandang.
Introspeksi
diri diawali dengan sikap rendah hati, menyadari bahwa kita tidak luput dari
kekeliruan dan kesalahan. Orang yang sombong tidak mau melakukan evaluasi diri
karena selalu merasa benar. Akibatnya tidak ada pertumbuhan pribadi, karena
hanya bersikap menyalahkan orang lain, situasi atau bahkan Tuhan. Introspeksi
diri bukan berarti bersikap menghakimi atau menyalahkan diri sendiri. Tetapi
bentuk kebesaran hati untuk memperbaiki dan mengembangkan diri sendiri kearah
yang lebih baik.
وَلا
تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
(١٩)
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah,
lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah
orang-orang yang fasik”. (QS. Al Hasyr: 19).
GHIBAH
Secara bahasa, Ghibah berasal dari bahasa Arab dengan akar kata ghaaba,
yang berarti tidak hadir atausesuatu
yang tertutup dari pandangan. Kata gibah dalam bahasa Indonesia berarti menggunjing yakni,
menyebutkan kata-kata keji atau meniru-niru suara atau perbuatan orang lain
dibelakangnya (tidak dipintunya) dengan maksud untuk menghinanya.
Menurut
Ibnu Mas’ud, ghibah adalah engkau menyebutkan apa yang kau ketahui pada
saudaramu, dan jika engkau mengatakan apa yang tidak ada pada dirinya berarti
itu adalah kedustaan. Syaikh Salim Al-Hilali menjelaskan Ghibah adalah
menyebutkan aib (saudaramu) dan dia dalam keadaan tidak hadir dihadapan engkau
(goib). Jadi ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada
diri seorang muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan).
Ghibah dilakukan dengan cara bermacam-macam diantaranya membeberkan aib,
meniru tingkah lakuatau gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkandengan
cara mengolok-ngolok. Hukum ghibah adalah haram.
إِنَّ الَّذِينَ
يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ (١٩)
“Sesungguhnya
orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang Amat keji itu tersiar di
kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di
akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui”. (QS. An Nur: 19)
عن أبي هريرة, أنّ رسول الله صلىّ الله عليه و سلّم قال
: أَتَدْرُوْنَ مَاالغِيْبَةُ ؟ قالوا : اللهُ و رسوْلُهُ أَعْلمُ. قال
ذِكرُكَ أخاك بمَا يَكْرَهُ قيل : أفرأيْتَ إنْ كان في أخي مَا أَقولُ ؟
قال: إنْ كانَ فيه مَا تَقولُ , فقدْ اغْتَبْتَهُ. و إنْ لمْ يكنْ فِيه, فقد
بَهَتّهُ
“Telah
berkata kepada kami, Yahya ibn Ayyub dan Qutaibah serta Ibn Hujr. Mereka
berkata: telah berkata kepada kami Ismail dari ‘Ala’ dari ayahnya dari Abu
Hurairah, Rasulullah saw bersabda: (tahukah kamu apakah ghibah (menggunjing) itu?),
mereka menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Nabi saw berkata: (yaitu
pembicaraanmu tentang saudaramu yang ia tidak sukai). Ditanyakan kepada Rasul:
bagaimana menurutmu jika saudaraku yang aku bicarakan sesuai dengan apa yang
aku bicarakan? Nabi saw menjawab: (jika ia benar seperti apa yang kamu
bicarakan, berarti kamu menggunjingnya), dan jika ia tidak seperti yang kamu
biicarakan berarti kamu telah mendustakannya.)” (HR. Muslim)
Batas
ghibah adalah membicarakan sesuatu yang terdapat pda orang lain, yang jika
sampai kepada dia tidak akan menyukainya. Pembicaraan itu misalnya ;
a.
Pembicaraan yang berkenaan dengan Keburukan atau kekurangan tubuhnya, misalnya menyebutkan bahwa orang itu penglihatannya
rabun, kepalanya juling, kepalanya botak atau sifat-sifat lain yang sekiranya
tidak disukai untuk dibicarakan
b.
Pembicaraan yang berkenaan dengan keturunan, misalnya menyebutkan ayahnya
bahwa seorang yang fasik, seorang yang struktur sosialnya rendah atau
sebutan-sebutan lainnya yang tidak disukai jika dibicarakan.
c.
Pembicaraan yang berkenaan dengan akhlak, misalnya menyebutkan orang itu
kikir, congkak, sombong, atau sifat lain yang tidak disukai jika dibicarakan.
d.
Pembicaraan yang berkenaan dengan masalah agama, misalnya menyebutkan bahwa
orang itu pencuri, pendusta, peminum khamar, penghianat, penganiaan atau
sebutan-sebutan lain yang tidak suka dibicarakan.
e.
Pembicaraan yang berkenaan dengan urusan dunia, misalnya menyebutkan
bahwa orang itu berbudi pekerti rendah, menganggap remeh orang lain, tidak
pernah menganggap hak orang lain pada dirinya, dan sebutan-sebuatn lain yang
tidak disukai jika dibicarakan.
1.
Nilai negatif
perilaku Ghibah
a.
Mendapat dosa
Al Quran menceritakan tentang orang-orang musyrik yang memperolok
orang-orang mukmin, di hari kiamat, neraca menjadi terbalik, yang mengolok-olok
menjadi yang diolok-olok dan ditertawakan.
إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ
آمَنُوا يَضْحَكُونَ (٢٩)وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ (٣٠)وَإِذَا انْقَلَبُوا
إِلَى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوا فَكِهِينَ (٣١)وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَؤُلاءِ
لَضَالُّونَ (٣٢)وَمَا أُرْسِلُوا عَلَيْهِمْ حَافِظِينَ (٣٣)فَالْيَوْمَ الَّذِينَ
آمَنُوا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُونَ (٣٤)
“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang
menertawakan orang-orang yang beriman. dan apabila orang-orang yang beriman
lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. dan apabila
orang-orang yang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan
gembira. dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan:
"Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat", Padahal
orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang
mukmin. Maka pada hari ini,
orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir”. (QS. Al Muthaffifin: 29-34)
Ghibah juga sama
dengan riba, bahkan lebih berat lagi dosanya. Sebagaimana Abu Ya’la
meriwayatkan, Bahwa Rasulullah SAW bersabda: Seberat-berat riba di sisi Allah ialahmenganggap halal mengumpat
kehormatan seorang muslim. Dosa ghibah juga
lebih besar daripada berbuat zina, “Hati-hatilah kamu dari ghibah, karena
sesungguhnya ghibah itu lebih berat dari pada berzina. Ditanya, bagaimanakah?
Jawabnya, "Sesungguhnya orang yang berzina bila bertaubat maka Allah akan
mengampuninya, sedangkan orang yang ghibah tidak akan diampuni dosanya oleh
Allah, sebelum orang yang di ghibah memaafkannya”. (HR Albaihaqi,
Atthabarani, Abu Asysyaikh, Ibn Abid)
b. Merendahkan derajat manusia
Panggilan yang buruk ialah
gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada
orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan
sebagainya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ
عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ
خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ بِئْسَ
الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
(١١)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah
sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang
ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang
mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk
sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah
orang-orang yang zalim.. (QS. Al Hujurat:
11)
c.
Berperasangka buruk dan menghancurkan martabat seseorang
Ketahuilah bahwasanya
berprasangka buruk merupakan perkara yang haram sebagaimana perkataan yang
buruk. Sebagaimana haram bagimu untuk menyampaikan kepada orang lain tentang
kejelekan-kejelekan saudaramu dengan lisanmu maka demikian juga tidak boleh
bagimu untuk menyampaikan kepada hatimu (tentang kejelekan-kejelekan saudaramu)
dan engkau berprasangka buruk terhadap saudraramu itu. Ghibah juga berakibatmenghancurkan moralitas manusia dan merenggut martabat dan
kualitas-kualitas mulia dengan kecepatan yang menakjubkan.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ
إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ...(١٢)
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu
dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain”. (QS. Al Hujurat: 12)
Sabda Nabi SAW, "Takutlah kepada Allah (hai lidah) di dalam
memelihara keselamatan kami (anggota jasmani), sebab kami tergantung kepadamu,
maka jikalau kamu lurus niscaya kami pun jadi lurus, dan jikalau kamu
bengkok niscaya kami pun jadi bengkok (pula)."(HR. Tirmidzi)
d. Pemakan bangkai
Pelaku ghibah disamakan dengan pemakan bangkai, suatu makanan yang tentu
menjijikan dan tidak disukai,
أَيُحِبُّ
أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوه
“Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya”. (QS. Al Hujurat: 12)
e. Pembicaraan selalu buruk
Menceritakan dan mengadukan buruk dengan
terang-terangan baik dihadapan seseorang maupun dalam komunitas masyarakat
tentu akan menambah sedih jika hal tersebut diketahui oleh yang
bersangkutan,walaupun pada tataran tertentu perilaku tersebut boleh dilakukan.
لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ
وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا (١٤٨)
“Allah tidak menyukai
Ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang
dianiaya”. (QS. An Nisa’:
148)
f. Membawa berita bohong (gosip)
Menceritakan kejelekan orang lain
ada dua jenis, yaitu yang benar-benar terjadi dan yang tidak benar-benar
terjadi. Adapun yang benar-benar terjadi disebut ghibah, Sedangkan jika cerita tersebut adalah
karangan/khayalan yang tidak benar-benar terjadi maka disebut fitnah. Beberapa
berita di infotaiment, sebagian besar adalah ghibah namun sebagian besar
mengenai fitnah/gosip.
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالإفْكِ
عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ
مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الإثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ
عَظِيمٌ (١١)
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari
golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu
bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat
Balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara mereka yang mengambil
bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang
besar”. (QS. An Nur: 11)
2. Menghindari perilaku Ghibah
a. Bersikap Pemaaf
Pemberian
maaf atau menyembunyikan suatu keburukan adalah lebih baik. Hal ini dalam firman Allah,
إِنْ تُبْدُوا
خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ تَعْفُوا عَنْ سُوءٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا
(١٤٩)
“Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau Menyembunyikan atau
memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf
lagi Maha Kuasa”. (QS. An Nisa’: 149)
b. Menjaga pembicaraan dan memikirkan lebih dulu
Hendaknya sebelum berucap kita renungkan
dahulu akibat yang timbul dari ucapan-ucapan kita.Janganlah seseorang sampai
mengeluarkan sebuah kata dengan sia-sia. Bahkan janganlah ia berbicara kecuali
tentang sesuatu yang mendatangkan keuntungan dengan merenungkan terlebih
dahulu, apakah perkataan tersebut mendatangkan keuntungan dan berfaedah atau
tidak.
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صلى الله عليه و
سلم يَقُوْلُ : إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَة مِنْ سَخَطِ اللهِ لاَ
يُلْقِيْ لَهَا بَالاً يَهْوِيْ بِهَا فِيْ جَهَنَّمَ
“Dari Abu Huroiroh ra, bahwasanya beliau
mendengar Nabi SAW bersabda :”Sungguh
seorang hamba benar-benar akan mengatakan suatu kalimat yang mendatangkan murka
Allah yang dia tidak menganggap kalimat itu, akibatnya dia terjerumus dalam
neraka jahannam gara-gara kalimat itu”.(HR. Bukhari)
c.
Mempertebal rasa percaya diri
Orang yang tidak percaya diri, suka mengikut saja perbuatan orang
lain, sehingga ia mudah terseret perbuatan ghibah temannya. Bahkan ia pun
berpotensi menyebabkan ghibah, karena tak memiliki kebanggaan terhadap dirinya
sendiri sehingga lebih senang memperhatikan, membicarakan dan menilai orang
lain. Oleh karena itu salah satu cara adalah
mempertebal rasa percaya diri untuk tidak terlibat perbuatan ghibah.
d. Menghindar dengan melakukan aktifitas lain
Hindarilah segala
sesuatu yang mendekatkan kita pada ghibah. Seperti acara-acara bernuansa ghibah
di televisi dan radio. Juga berita-berita koran dan majalah yang membicarakan
kejelekan orang. Jika terjebak dalam situasi ghibah, ingatkanlah mereka akan
kesalahannya. Jika tak mampu, setidaknya anda diam dan tak menanggapi ghibah
tersebut. Atau anda memilih hengkang dan menyelamatkan diri.
KESIMPULAN
1.
Dalam perspektif Al Quran fitnah bermakna ujian atau cobaan dalam berbagai macam bentuknya. Fitnah biasa diartikan sebagai perkataan (tanpa dasar)
yang dilancarkan untuk menjatuhkan atau merendahkan martabat seseorang. Fitnah
berintikan kebohongan yang diciptakan untuk membunuh karakter (character
assassination) seseorang karena persaingan ekonomi (bisnis) atau terutama
karena persaingan dalam politik.
2.
Salah satu bentuk kejahatan lisan adalah namimah
(adu domba). Namimah adalah memindahkan ucapan
seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak yang menyebabkan terputusnya
suatu ikatan yang telah terjalin, serta yang menyulut api kebencian dan
permusuhan antar sesama manusia. Dalam kehidupan terdapat orang
yang memiliki sifat namimah maka akan mudah terjadi pertengkaran dan
ketenteraman dalam kehidupan masyarakat tidak akan bisa tercapai.
3.
Ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada
diri seorang muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan). Baik dalam
keadaan soal jasmaninya, agamanya, kekayaannya, hatinya, ahlaknya, bentuk
lahiriyahnya dan sebagainya. Caranya-pun bermacam-macam. Di antaranya dengan
membeberkan aib, menirukan tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang
dipergunjingkan dengan maksud mengolok-ngolok.
Sumber: Buku Ajar Akidah Akhlak MA kelas XII K13 Kementrian Agama Tahun 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar