Welcome to blog Lulu' Mustafiyah

Jumat, 04 Mei 2018

Materi Akidah Akhlak Kelas 12 Bab 2

BAB II
MEMBIASAKAN AKHLAK TERPUJI
 (PERILAKU TERPUJI AMAL SHALIH, TOLERANSI, MUSAWAH, UKHUWAH. PENGERTIAN, MACAM-MACAM DAN CONTOH)

A. MATERI POKOK


Selanjutnya kalian pelajari uraian berikut ini dan kalian kembangkan dengan mencari materi tambahan dari sumber belajar lainnya


AMAL SALIH

1.    Pengertian amal saleh

Amal soleh menurut bahasa diartikan sebagai perbuatan baik yang mendatangkan pahala, atau sesuatu yang dilakukan dengan tujuan berbuat baik terhadap masyarakat atau sesama manusia. Amal soleh dari sisi Arab yaitu amal dan soleh, amal berarti perbuatan dan soleh berasal dari kata hasuna yang artinya baik atau lawan dari rusak.



Secara istilah amal soleh adalah perbuatan bersungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah atau menunaikan kewajiban agama yang dilakukan dalam bentuk berbuat kebaikan terhadap masyarakat atau sesama manusia. Amal soleh adalah setiap pekerjaan yang baik, bermanfaat dan patut dikerjakan, baik pekerjaan yang bersifat ubudiyah (seperti; sholat, puasa, zakat, haji dan lain-lain) atau pekerjaan yang bersifat sosial (seperti; menolong orang lain, menyantuni anak yatim, peduli pada sesama dan lain-lain)

Mahmud Syaltut berpendapat amal soleh adalah tiap perbuatan yang mendatangkan kebaikan untuk diri sendiri, kaum, keluarga dan kemaslahatan umat manusia. Adapun amalan buruk adalah segala perbuatan yang mendatangkan kejahatan, kemudaratan, kerusakan, bencana dan lain-lain.

Sedangkan Sayyid Rasyid Ridha berpendapat tentang amal soleh sebagai berikut :
1.      Bukan kemuliaan seseorang yang berkata: sesungguhnya agama saya lebih mulia, lebih sempurna, lebih benar dan lebih meyakinkan dan seterusnya, namun hanya sebagai selogan dan buah bibir saja, tetapi tidak diamalkan.
2.      Sudah menjadi sunnatullah, menjadi hukum Illahi, bahwa setiap perbuatan yang jahat akan diberi ganjaran dan sebaliknya.
3.      Orang-orang yang mengerjakan amal kebaikan itu dibalut dengan iman yang teguh, mereka itu dinamakan orang-orang yang beramal yaitu orang-orang yang percaya kepada Allah dan hari akhirat, yang akan masuk surga maka mereka tidak akan dirugikan sedikitpun dari pahala amal yang mereka kerjakan.
Menurut Quraish Shihab, amal salih adalah pekerjaan yang jika dilakukan, maka suatu kerusakan akan terhenti atau menjadi tiada, atau bisa juga diartikan sebagai suatu pekerjaan yang dengan melakukannya memperoleh manfaat, berkesesuaian dan menolak mudharat.
2.    Membiasakan berperilaku amal soleh dalam kehidupan sehari-hari
Membiasakan beramal soleh dalam arti luas, bagi umat Islam adalah suatu kewajiban. Karena nilai baik atau tidaknya seseorang ditentukan oleh amal perbuatannya. Sebuah kaum mengalami kemajuan atau kehancuranpun disebabkan karena perilaku baik atau tidak bangsanya.

Dasar hukum yang menunjukkan tentang pentingnya amal soleh adalah firman Allah :
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (٩٧)
“Barangsiapa yang mengerjakan amal soleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl : 97)

Dari firman Allah diatas, dapat kita fahami bahwa siapapun laki-laki atau perempuan yang melakukan amal saleh dengan landasan iman kepada Allah, maka Allah akan memberikan pahala dan kehidupan yang baik. Menurut Ibnu Katsir, kehidupan yang baik adalah terciptanya ketentraman jiwa, meskipun mendapat gangguan darimanapun. Sedangkan menurut Ibnu Abbas, kehidupan yang baik adalah jika seseorang mendapat rezeki yang halal dan baik dalam kehidupan di dunia ini.

Membiasakan beramal soleh dalam kehidupan sehari-hari adalah sebuah keharusan. Maka kita harus mengetahui prinsip-prinsip amal saleh antara lain :
a.    Niat yang lurus
Dalam ajaran agama Islam, niat adalah adalah salah satu faktor penentu amal seseorang. Oleh karena itu, setiap akan melakukan sesuatu hendaklah kita luruskan niat dan tujuan, yaitu hanya karena Allah.
b.   Ada manfaat
Setiap perbuatan yang hendak dilakukan harus benar-benar bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Baik untuk kehidupan di dunia maupun di akhirat, karena Islam mengajarkan bahwa perbuatan yang tidak bermanfaat tidak boleh dilakukan, karena termasuk perbuatan sia-sia.
c.    Benar prosesnya
Satu perbuatan dapat disebut sebagai amal soleh atau tidak, dilihat dari prosesnya bertentangan atau tidak dengan ajaran agama.
Perbuatan amal saleh secara umum meliputi semua perbuatan yang baik, perbuatan yang mendatangkan kedamaian, perbuatan yang membuat orang merasa senang dan nyaman. Tetapi dalam pembahasan ini akan kita bahas amal soleh disiplin, yaitu disiplin dalam beribadah dan disiplin dalam bekerja.
a.    Disiplin dalam beribadah
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, ibadah dapat didefinisikan sebagai berikut :
1.    Perbuatan atau pernyataan bakti terhadap Allah atau Tuhan yang didasari oleh peraturan agama
2.    Segala usaha lahir dan batin yang sesuai dengan perintah agama yang harus dituruti pemeluknya
3.    Upacara yang berhubungan dengan agama
Ibadah berarti merendahkan diri dan tunduk, taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya. Ibadah juga dapat diartikan merendahkan diri pada Allah yaitu tingkatan ketundukan yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
Disiplin dalam beribadah berarti kita mentaati semua ketentuan yang mengatur pelaksanaan ibadah kita. Misalnya sholat tepat pada waktunya serta memenuhi syarat dan rukunnya.



Allah telah mengaruniakan kesempurnaan kepada manusia dibandingkan makhluk yang lain dengan memberikan manusia akal untuk berfikir sehingga dapat membedakan antara yang benar dan yang salah.

Allah menciptakan manusia dengan dua amanat yang harus dilaksanakan manusia, yaitu menjadi khalifah di muka bumi ini dan amanat untuk beribadah, artinya manusia harus tunduk dan patuh hanya Allah. Dijelaskan dalam firman Allah :
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ (٥)
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dan (menjalankan) agama dengan lurus, supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah 98 : 5)

b.    Disiplin dalam bekerja
Bekerja adalah suatu upaya sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh aset, fikir dan dzikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai bagian dari masyarakat. Dengan kata lain lain bekerja adalah memanusiakan manusia.

Tetapi tidak semua aktifitas manusia dalam kehidupan sehari hari dapat diartikan sebagai kegiatan bekerja. Ada tiga indikator yang harus dipenuhi, pertama dilakukan dengan sengaja, kedua dilakukan karena ada dorongan tanggung jawab, ketiga memiliki tujuan luhur (memberi makna diri). Seorang muslim harus disiplin dalam bekerja, tidak mengandalkan orang lain atau bermalas-malasan hanya menanti belas kasihan orang lain. Disiplin dalam bekerja adalah modal dasar untuk memperoleh hasil yang memuaskan. Rosululloh memberikan contoh bahwa sebaik-sebaik penghasilan adalah dari usaha sendiri dan penghidupan yang bersumber dari penghasilan usahanya itu.

Disiplin dalam bekerja adalah menggunakan waktu sebaik-baiknya. Waktu bekerja digunakan untuk bekerja bukan untuk bermalas-malasan. Dengan demikian akan memperoleh hasil yang lebih baik, sebaliknya yang tidak dapat memanfaatkan waktu dengan disiplin akan memperoleh hasil tertinggal dengan yang lain. Dan semua itu akan mempengaruhi kehidupannya.

Dalam sebuah hadis di jelaskan :
إعمل لدنياك كأنّك تعيش أبدا واعمل لأخرتك كأنّك تموت غدا. رواه البيهقي
bekerjalah kamu untuk urusan duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya, dan bekerjalah untuk urusan akhiratmu seakan-akan kamu akan mati esok hari (HR. Baihaqi)

Seseorang yang giat bekerja memiliki angan-angan akan hidup selamanya, maka setiap ia akan mendapatkan kepuasan dengan keberhasilan usaha atau kerjanya. Tetapi sebaliknya yang tidak memiliki angan-angan hidup selamanya maka akan susah mendapatkan penghasilan, suram dan tidak ada gairah dalam menjalani kehidupan.

3.    Ciri-ciri Orang Yang Beramal Soleh
Salah satu golongan yang akan mendapat rahmat dari Allah adalah golongan orang-orang yang soleh yaitu golongan orang-orang yang senantiasa beramal semata-mata karena Allah semata. Ciri-ciri orang yang dapat dikategorikan soleh adalah
1.    Selalu memperbaiki hubungan dengan Allah melalui amal soleh
Memperbaiki hubungan dengan Allah dapat dilakukan melalui memperbanyak kegiatan berdzikir kepada Allah. Membaca al Qur’an adalah salah satu bentuk dzikir kepada Allah.
2.    Selalu memperbaiki agamanya dengan beramal soleh
     Kegiatan memperbaiki agama adalah dengan cara kita menuntut ilmu tanpa henti, dan tanpa batasan waktu, usia dan tempat. Semua dilakukan karena Allah swt.
3.    Selalu ikhlas dan sabar dalam segala hal
     Ikhlas dan sabar dalam menghadapi hidup ini adalah salah satu ciri orang yang beramal soleh.

4.    Nilai-nilai Positif Beramal Soleh
Setiap kita melakukan perbuatan yang kita lakukan akan memberikan akibat kepada kita, apabila kita melakukan perbuatan baik maka akibat yang akan kita terimapun baik. Berikut ini nilai-nilai positif beramal soleh: Meningkatkan Kualitas Kemanusiaan
Keimanan merupakan kebutuhan hidup manusia, menjadi pegangan keyakinan dan motor penggerak untuk perilaku dan amal (aktivitas) manusia. Iman sebagai syarat utama dalam mencapai kesempurnaan (insane utama) dan merupakan langkah awal untuk menuju kesalehan dan mewujudkan perilaku, amal saleh dan pengorbanan manusia bagi pengabdian kepada Allah, karena iman juga terkait dengan amal saleh.
a.    Menghargai Waktu
Orang yang beramal saleh selalu meghargai waktu, karena waktu yang terjadi sekarang tidak mungkin terulang pada masa yang akan datang.
b.    Membawa Kebahagiaan
Selain membawa kebahagiaan untuk diri sendiri, amal soleh juga membawa kebahagiaan dan kebaikan untuk orang lain.

TOLERANSI
Dalam kehidupan sehari-hari, kita banyak menemukan perbedaan dalam segala aspek kehidupan. Seperti perbedaan agama, suku, bangsa, warna kulit, keyakinan, aliran, gender dan lain sebagainya. Karena banyaknya perbedaan ini, kemudian memunculkan benturan dan ketidak cocokan yang sebetulnya bisa tidak terjadi, apabila ada “Toleransi” antar sesama. Perbedaan dapat berubah menjadi sesuatu yang indah dan menyenangkan.  
1.      Pengertian Toleransi
Kata toleransi berasal dari bahasa latin tolerare yang berarti berusaha untuk tetap bertahan hidup, tinggal atau berinteraksi dengan sesuatu yang sebenarnya tidak disukai atau disenangi. Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata toleransi berarti sifat atau sikap toleran. Kata toleran sendiri di definisikan sebagai bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan)


pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.


Toleransi dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat.

Dalam bahasa Arab, istilah toleransi dikenal dengan tasamuh yang berarti kemuliaan, lapang dada, ramah dan suka memaafkan.  Secara umum, konsep tasamuh mengandung makna kasih sayang (ar-Rahmah), keadilan (al-‘Adalah), keselamatan (al-Salam) dan ketauhidan (al-Tauhid). Konsep-konsep tersebut memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya, konsep tersebut merupakan ciri khas Islam yang membedakan toleransi persfektif Islam dengan lainnya.

2.      Toleransi Menurut Al Qur’an dan Sunnah
Dalam Islam, toleransi berlaku bagi semua orang, baik sesama muslim maupun non muslim. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Ghair al-Muslimin fii al-Mujtama’ al-Islami menyebutkan ada empat faktor utama yang menyebabkan toleransi yang unik selalu mendominasi perilaku umat Islam terhadap non Muslim, yaitu :

a.       Keyakinan terhadap kemuliaan manusia, apapun agamanya, kebangsaannya dan keukunannya.
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا (٧٠)
“Dan sesungghnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Isra’ : 70)

b.      Perbedaan bahwa manusia dalam agama dan keyakinan merupakan realitas yang dikehendaki Allah swt yang telah memberi mereka kebebasan untuk memilih iman dan kufur.
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ (١١٨)
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan mausia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat.” (QS. Hud : 118)

c.       Seorang muslim tidak dituntut untuk mengadili kekafiran seseorang atau menghakimi sesatnya orang lain. Allah sajalah yang akan menghakiminya nanti.




وَإِنْ جَادَلُوكَ فَقُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا تَعْمَلُونَ (٦٨)اللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (٦٩)
“Dan jika mereka membatah kamu, maka katakanlah:’Allah lebih mengetahui tentang apa yang kamu kerjakan’. Allah akan mengadili diantara kamu paa hari kiamat tentan apa yang kamu dahulu selalu berselisih padanya.” (QS. Al-Hajj : 68-69)

d.      Keyakinan bahwa Allah swt memerintahkan untuk berbuat adil dan mengajak kepada budi pekerti mulia meskipun kepada orang musyrik. Allah juga mencela perbuatan zalim meskipun terhadap kafir.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (٨)
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat dengan taqwa, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah : 8)

3.      Membiasakan Berperilaku Toleransi dalam Kehidupan Sehari-hari
Memiliki sikap toleransi adalah suatu keharusan dalam Islam, Islam sendiri mengandung pengertian agama yang damai,  selamat dan menyerahkan diri. Islam adalah rohmatal lil ‘alamiin (agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam). Islam selalu menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling menghormati dan tanpa paksaan.

Dalam sejarah Islam, Nabi telah memberikan banyak contoh yang mengajarkan kepada kita pentingnya toleransi. Diantaranya; diceritakan Nabi Muhammad saw memberi makan seorang Yahudi miskin setiap hari dengan terus menghargai keyakinannya dan tanpa memaksakan agama Islam baginya. Dalam kisah lain diriwayatkan oleh Imam Bukhori, bahwa suatu ketika ada jenazah orang Yahudi melintas disebelah Nabi saw dan para sahabat, seketika Nabi saw berhenti dan berdiri. Kemudian salah seorang sahabat berkata: kenapa engkau berhenti ya Rasulullah? Padahal itu adalah jenazah orang Yahudi? Nabi bersabda : bukankah dia juga manusia?. Subhanallah!

Dari ulasan dan contoh diatas, hendaknya kita sebagai umat Nabi Muhammad saw atau sebagai seorang muslim terus berupaya membiasakan diri dengan perilaku toleransi. Terutama dalam hal memberikan kemudahan dalam bermuamalah bukan memaksakan keyakinan. Kita sebagai umat Islam yang tinggal di Negara yang memiliki keanekaragaman budaya, agama dan daerah wajib memiliki sifat toleran. Terlebih toleransi antar umat beragama.

Toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama yang didasarkan kepada : Setiap agama menjadi tanggung jawab pemeluk agama itu sendiri dan memiliki betuk ibadah (ritual) dengan system dan tata cara sendiri yang dibebankan serta menjadi tanggung jawab orang yang memeluknya. Atas dasar itu, maka toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama bukanlah toleransi dalam masalah-masalah keagamaan, melainkan dalam sikap keberagaman pemeluk agama dalam pergaulan hidup antara umat beragama dalam masalah kemasyarakatan atau kemaslahatan umum. Dalam al-Qur’an surat al-Kafirun ayat 6 dijelaskan :
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (٦)
"untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." 

Dalam Islam, diajarkan untuk mencari titik temu atau jalan keluar apabila terjadi perselisihan. Apabila tidak ditemukan persamaan maka masing-masing hendaknya mengakui keberadaan pihak lain dan tidak perlu saling menyalahkan. Bahkan dalam al-Qur’an diajarkan kepada Nabi Muhammad saw dan umatnya untuk menyampaikan kepada penganut agama lain setelah kalimat sawa’ (titik temu) tidak dicapai.

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ قُلِ اللَّهُ وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَى هُدًى أَوْ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ (٢٤)قُلْ لا تُسْأَلُونَ عَمَّا أَجْرَمْنَا وَلا نُسْأَلُ عَمَّا تَعْمَلُونَ (٢٥)قُلْ يَجْمَعُ بَيْنَنَا رَبُّنَا ثُمَّ يَفْتَحُ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَهُوَ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ (٢٦)
“Katakanlah:’Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan dari bumi?’ katakanlah :”Allah”, dan sesungguhnya Kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. Katakanlah:’Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat. Katakanlah:’Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia meberi keputusan antara kita dengan benar, dan Dia-lah Maha pemberi keputusan lagi Maha mengetahui.” (QS. Saba :24-26)

Islam juga tidak melarang jalinan persaudaraan dan toleransi antar umat beragama, selama masih dalam tataran kemanusiaan dan kedua belah fihak menghormati hak-hak masing-masing.

لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (٨)
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak pula mengusirmu dari

negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah : 8)

4.      Ciri-ciri orang yang berperilaku Toleransi
Beberapa kriteria orang yang membiasakan diri berperilaku toleransi, diantaranya adalah :
a.       Memahami dalam kehidupan ini selalu terdapat perbedaan
b.      Tidak menjadikan perbedaan sebagai masalah
c.       Menerima saran dan kritik dari orang lain
d.      Menerima nasehat orang lain
e.       Tidak sombong
f.       Tidak egois
g.      Tidak memaksakan kehendak
h.      Tidak meremehkan orang lain.

5.      Nilai-nilai positif Toleransi
Nilai-nilai positif toleransi adalah
1.      Menjalin ukhuwah, persatuan dan kesatuan dalam bermasyarakat
2.      Menciptakan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat
3.      Menimbulkan sikap saling menghormati antar sesame
4.      Menciptakan rasa aman, tentram, tenang dan damai dalam masyarakat
5.      Meghilangkan hasud, fitnah, kebencian, dendam dan permusuhan

MUSAWAH
Kehidupan ini akan kita rasakan baik atau tidak, nyaman atau tidak nyaman tergantung bagaimana cara kita menjalaninya. Apabila dalam kehidupan ini kita merasa paling bisa segalanya dan selalu menginginkan posisi yang tinggi, selalu ingin dihargai tanpa mau menghargai orang lain, maka kedamaian hidup tidak akan mungkin kita dapatkan. Agama Islam mengajarkan kepada kita bahwa kedudukan manusia dihadapan Allah adalah sama, yang akan membedakan hanya takwa dan ketaatan kita kepada Allah.

1.      Pengertian Musawah
Secara bahasa musawwah adalah persamaan. Sedangkan secara istilah musawwah adalah persamaan dan kebersamaan serta penghargaan terhadap sesama manusia sebagai makhluk Tuhan.

Musawah juga dapat diartikan dengan persamaan derajat, artinya sikap seseorang yang memandang dirinya sama atau sejajar dengan orang lain. Bagaimanapun, dalam kehidupan ini selalu ada perbedaan, akan tetapi perbedaan tersebut tidak lebih dari sekedar penanda identitas antara satu dan yang lainnya.

Sebagian ulama memahami al musawwah sebagai konsekwensi logis dari prinsip as-syura dan al-aadalah.
2.      Membiasakan Berperilaku Musawwah dalam Kehidupan Sehari-hari


Merasa diri sejajar dengan orang lain adalah sifat terpuji, pada dasarnya setiap manusia dihadapan Allah memiliki posisi atau status yang sama,  yang membedakan kita adalah ketakwaan. Jadi, dalam kehidupan sehari-sehari hendaklah kita bersikap apa adanya dan jangan membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lainnya.

Sikap musawah sangat diperlukan dalam berbagai bidang keilmuan, karena dengan demikian setiap memutuskan sebuah kebenaran maka kita akan besifat relatif tidak berdasarkan ketentuan atau kedudukan tertentu. Pada dasarnya manusia memiliki dua pilihan status. Pertama, status karena ikatan primodial yaitu ikatan yang diperoleh melalui asal usul keturunan, warna kulit dan suku bangsa. Status yang pertama ini tidak dapat digunakan sebagai tolak ukur prestasi seseorang. Kedua, status yang diperoleh dari hasil kemampuan dan usahanya sendiri. Status yang kedua ini, kemudian melahirkan sikap berkompetisi dalam kebaikan (fastabiqul khairat).

3.      Ciri-ciri Orang yang Berperilaku Musawah
Orang yang memiliki sifat musawwah dapat dilihat dari tingkah lakunya setiap hari, diantaranya adalah:
a.       Tidak sombong
b.      Menghargai karya orang lain
c.       Menghargai kedudukan dan profesi orang lain
d.      Menerima kritikan sebagai saran yang membangun
e.       Tidak merasa paling benar
f.       Menyadari kekurangan dirinya dan menerima kekurangan orang lain 

4.      Nilai-nilai Positif Musawah
Nilai-nilai positif orang yang berperilaku musawwah diantaranya adalah :
a.       Terciptanya hidup yang damai dan tentram
b.      Terciptanya kehidupan yang harmonis karena sikap saling menghargai
c.       Terhindar dari perbuatan memaksakan kehendak
d.      Terhindar dari sikap diskriminasi
e.        
UKHUWWAH
Kalimat ukhuwah sudah seringkali kita dengar, ukhuwah merupakan sesuatu yang sangat penting dan mendasar bagi kehidupan, baik kehidupan beragama maupun kehidupan bernegara.

1.      Pengertian Ukhuwwah
Ukhuwah (brotherhood) biasa diartikan sebagai “persaudaraan”. Ukhuwah dalam konteks bahasa Indonesia, memiliki arti sempit seperti saudara kandung dan dalam arti yang luas ukhuwah adalah hubungan pertalian antara sesama manusia dan hubungan kekerabatan yang akrab diantara mereka.



Dalam pengertian yang luas, ukhuwah adalah suatu sikap yang mencerminkan rasa persaudaraan, kerukunan, persatuan dan solidaritas yang dilakukan seseorang terhadap orang lain atau suatu kelompok pada kelompok lain dalam interaksi sosial.

Dalam konteks masyarakat Islam, istilah ukhuwah berkembang menjadi ukhuwah islamiyah yang berarti persaudaraan yang bersifat Islami atau persaudaraan yang diajarkan Islam.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (١٠)

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara, sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat : 10)

Munculnya sikap ukhuwah dalam kehidupan masyarakat disebabkan adanya dua hal, yaitu :
a.       Adanya persamaan, baik dalam masalah keyakinan, wawasan, pengalaman, kepentingan, tempat tinggal dan cita-cita.
b.      Adanya kebutuhan yang dirasakan hanya dapat dicapai dengan melakukan kerja sama dengan orang lain.

2.      Macam-macam Ukhuwah
Ada beberapa macam bentuk ukhuwah yang sangat besar peranannya dalam kehidupan kita, yaitu :
a.       Ukhuwah keagamaan
Ukhuwah keagamaan adalah ukhuwah yang tumbuh dan berkembang karena persamaan keimanan atau keagamaan. Kemudian kita mengenalnya dengan ukhuwah islamiyah. Ukhuwah keagamaan mempunyai dasar konseptual yang bersumber dari al Qur’an dan Hadis, antara lain :

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (١١)
“jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Maka (mereka) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At Taubah : 11)

المؤمن للمؤمن كالبنيان يشدّ بعضه بعضا . رواه البخاري
“Orang mukmin terhadap orang mukmin lainnya adalah laksana bangunan. Sebagian menguatkan sebagian yang lain.” (HR. Bukhari)



Ukhuwah keagamaan tampak sekali menjadi prioritas Nabi saw ketika pertama kali hijrah ke Madinah. Pada saat petama kali rombongan sahabat dari Makkah (Muhajirin) tiba, pada saat itu pula Nabi saw langsung mengikatkan tali persaudaraan mereka kepada orang-orang mukmin yang ada di Madinah (Anshar), sehingga terikat tali ukhuwah keagamaan yang kuat antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Mereka sama-sama Islam, sama-sama menjalankan ibadah yang diajarkan dalam Islam seperti sholat, puasa, zakat dan lain-lain, mereka juga sama-sama berjihad di jalan Allah dan sama-sama mengorbankan jiwa hartanya di jalan Allah, sebagaimana firman Allah :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ (٧٢)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka satu sama lain lindung melindungi.” (QS. Al Anfal : 72)

Ukhuwah Islamiyah tidak dibatasi oleh wilayah, kebangsaan atau ras sebab seluruh umat Islam di dunia dimanapun mereka berada adalah bersaudara. Prinsip ukhuwah Islamiyah (fi din al-Islam) harus diorientasikan pada delapan prinsip pokok, yaitu :
1.      Ukhuwah Islamiyah ditegakkan atas aqidah yang mantap, yakni aqidah yang disimpulkan dalam kalimat sahadat
2.      Al tasamuh fi al ikhtilaf (toleransi dalam setiap perbedaan)
3.      At ta’awun (saling menolong antar sesama)
4.      Al tawazun (sikap seimbang antara semua bidang)
5.      Al tawassuth (bersikap sederhana dan tidak memihak)
6.      Al wahdan wa ittishal (integritas dan konsolidasi di semua bidang)
7.      Memandang Islam sebagai rohmatal lil ‘alamin
8.      Membentuk pemerintahan yang Islami  

b.      Ukhuwah kebangsaan
Agama Islam tidak hanya mengenal ukhuwah diniyah atau Islamiyah saja, Islam juga memiliki ajaran tentag ukhuwah kebangsaan atau yang kita kenal dengan ukhuwah wathaniyyah, yaitu ukhuwah yang tumbuh dan berkembang atas dasar nasionalisme. Dapat diterjemahkan bahwa Islam mengajarkan persaudaraan sebagai bangsa walaupun berbeda agama. Dalam al Qur’an dijelaskan bahwa perbedaan adalah hukum yang berlaku dalam kehidupan ini. Selain perbedaan tersebut merupakan kehendak Allah, perbedaan juga demi kelestarian hidup sekaligus demi mencapai tujuan kehidupan makhluk di dunia ini. Allah berfirman :

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ (٤٨)
“Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah menguji kamu terhadap peberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS. Al-Maidah :48)

Keberadaan ukhuwah dalam kehidupan sosial khususnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sebuah kondisi yang diperlukan untuk menciptakan partisipasi masyarakat dalam proses pencapaian tujuan bersama. Konsep ukhuwah kebangsaan ini sudah Rasulullah saw ajarkan pada peristiwa piagam madinah.

Beberapa konsep mendasar dari ukhuwah masyarakat madani yang dibangun oleh Rasulullah saw antara lain;
1)      Egalitarisme
2)      Penghargaan kepada orang berdasarkan pada prestasi, bukan kesukuan, keturunan, ras dan lain sebagainya.
3)      Keterbukaan partisipasi seluruh anggota masyarakat
4)      Penegakan hukum dan keadilan
5)      Toleransi dan pluralism
6)      Musyawarah
Dalam mewujudkan masyarakat tersebut, tentu saja dibutuhkan manusia yang secara pribadi berpandangan hidup dengan semangat ukhuwah kebangsaan. Ukhuwah kebangsaan merujuk pada firman Allah :

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (١٥٩)
“Maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orag-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran : 159)
Ukhuwah kebangsaan akan terwujud secara sempurna apabila setiap masyarakat memiliki sikap yang sama walaupun dalam perbedaan, sikap-sikap tersebut adalah :
a.       Akomodatif; adanya kesediaan untuk saling memahami pendapat, aspirasi dan kepentingan sesama
b.      Selektif; adanya sikap kritis untuk menganalisa dan memilih yang terbaik dan lebih memberi maslahat serta memberi manfaat dari beberapa alternative yang ada

c.       Integrative; kesediaan untuk menyesuaikan dan menyelenggarakan berbagai macam kepentingan dan aspirasi secara benar, adil dan proporsional.

c.       Ukhuwah fi al-wathaniyah wa al nasab
Ukhuwah fi al-wathaniyah wa al nasab adalah saudara dalam seketurunan dan kebangsaan. Model ukhuwah ini lebih sempit dari bentuk sebelumnya, karena lingkup persaudaraannya hanya meliputi persaudaraan sebangsa dan setanah air.
Prinsip paling cocok dalam ukhuwah ini adalah berpijak pada prinsip al-tasamuh (toleransi), yaitu adanya interaksi timbal balik antar umat beragama, menghargai kebebasan beragama bagi orang yang tidak sefaham, tidak mengganggu peribadatan serta tetap menjaga ukhuwah wathaniyahnya.

d.      Ukhuwah Insaniyah
Ukhuwah insaniyah adalah persaudaraan sesama umat manusia. Dalam ajaran Islam kita mengenalnya dengan istilah ukhuwah basyariyah yaitu ukhuwah yang tumbuh dan berkembang atas dasar kemanusiaan.

Manusia mempunyai motivasi dalam menciptakan iklim persaudaraan hakiki yang berkembang atas dasar rasa kemanusiaan yang bersifat universal. Seluruh manusia di dunia adalah bersaudara. Ayat yang mendasari ukhuwah Insaniyah adalah

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (١١)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merenahkan sekumpulan yang lain, boleh jadi yang direndahkan itu lebi baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelar yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, mereka itulah orag-orang yang dzalim.” (QS. Al-Hujarat : 11)

3.      Pendekatan Ukhuwah
Ukhuwah dapat dijaga apabila kita mengikuti empat prinsip dasar ukhuwah, yaitu

a.       Ta’aruf
Ta’aruf adalah usaha saling mengenal sesama manusia, baik secara batiniah maupun lahiriyah. Saling mengenal antar umat Islam merupakan wujud nyata
ketaataan kepada Allah. Ketika kita saling mengenal, maka akan tercipta interaksi, adanya interaksi dapat membuat ukhuwah lebih solid dan abadi.

b.      Tafahum
Tafahum artinya saling memahami kelebihan atau kekurangan sesama. Seorang muslim hendaknya memperhatikan keadaan saudaranya, sehingga dapat memberikan pertolongan sebelum diminta. Tanpa tafahum, proses ukuwah tidak akan terjalin, dengan saling memahami kita akan dapat menerima kelebihan dling an kekurangan saudara kita.

c.       Ta’aawun
Ta’awun berarti saling menolong (tolong menolong). Ta’awun dapat dilakukan dengan hati (saling mendo’akan), pemikiran (berdiskusi dan saling menasehati) dan aaman (saling membantu). Saling membantu disini, tentu saja saling bantu dalam kebaikan bukan saling membantu keingkaran atau perbuatan maksiat.

d.      Tafakul
Tafakul dapat diartikan saling menjamin atau saling menjaga, sehingga melahirkan rasa aman.
Dengan empat prinsip dasar diatas, ukhuwah dapat terjalin dengan baik. Lebih spesifik untuk ukhuwah Islamiyah, empat prinsip dasar diatas akan membuat umat Islam semakin mengenal, mencintai, memahami dan tolong menolong satu dengan yang lainnya. Ketika ada saudara yang menghadapi masalah, mereka dapat merasakan permasalahan saudaranya dengan saling membantu keluar dari permasalahan tersebut. Dalam sebuah hadis diterangkan,
“Perumpamaan orang beriman dalam sayang menyayangi, cinta mencintai dan tolong menolong antar sesama, mereka seperti satu  tubuh yang apabila satu bagian tubuh menderita sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit pula karena tidak dapat tidur dan panas.” (HR. Bukhari dan Muslim)  
4.      Nilai-nilai Positif Ukhuwah
Ukhuwah atau persaudaraan dalam Islam bukan saja mencirikan kualitas ketaatan seseorang terhadap ajaran Allah dan Rasul-Nya, tetapi sekaligus sebagai perekat sosial untuk meperkokoh kebersamaan. Nilai positif ukhuwah dapat kita lihat dari ada atau tidaknya sikap saling memahami dalam interaksi sosial dan komunikasi. Diantara nilai-nilai positif yang perlu kita perhatikan sebagai upaya menjaga ukhuwah adalah :
a.       Memberitahukan rasa cinta kepada yang kita cinta
b.      Menunjukkan kegembiraan dan senyuman apabila berjumpa
c.       Memohon di do’akan apabila berpisah
d.      Berjabat tangan apabila berjumpa (tidak berlaku bagi yang bukan muhrim)
e.       Melaksanakan silaturrahmi
f.       Memberikan hadiah pada waktu-waktu tertentu
g.      Memperhatikan saudaranya dan membantu keperluannya
h.      Memenuhi hak ukhuwah saudaranya
i.        Mengucapka selamat berkenaan pada saat-saat keberhasil.


KESIMPULAN


1.       Amal saleh adalah pekerjaan yang apabila dikerjakan, maka suatu kerusakan akan terhenti atau menjadi tidak ada sama sekali. Atau amal saleh dapat diartikan setiap perbuatan yang medatangkan efek positif baik kepada pelaku maupun kepada orang lain. Amal saleh juga akan mendatangkan rahmat Allah swt dan rasa damai dalam jiwa.
2.      Ukhuwah adalah sikap saling menghargai kepada sesama hingga melampaui batas-batas etnik, rasial, agama, latar belakang sosial, keturunan, gender dan lain-lain.
3.      Musawah adalah perasaan sama, yaitu sikap seseorang memandang dirinya sama atau sederajat dengan orang lain.
4.      Sikap Musawah akan ada apabila diantara umat manusia tidak ada perasaan ingin lebih dihormati atau dipandang lebih hebat dari orang lain.
5.      Toleransi adalah sikap lapang dada terhadap perilaku dan agama atau keyakinan orang lain. Toleransi dapat diartikan sebagai sikap saling menghargai perbedaan yang ada, secara pribadi maupun kelompok. Sikap ini sangat penting untuk menjaga hubungan antar manusia dan antar pemeluk agama agar tercipta kehidupan yang harmonis. Tidak dibenarkan dalam toleransi perbuatan mencampur adukkan keyakinan dan ibadah ritual apalagi sampai terjadi pengaburan keyakinan yang pokok atau mendasar

  Sumber: Buku Ajar Akidah Akhlak MA kelas XII K13 Kementrian Agama  Tahun 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar