BAB II
MEMBIASAKAN AKHLAK TERPUJI
(PERILAKU TERPUJI AMAL SHALIH, TOLERANSI, MUSAWAH, UKHUWAH. PENGERTIAN, MACAM-MACAM DAN CONTOH)
(PERILAKU TERPUJI AMAL SHALIH, TOLERANSI, MUSAWAH, UKHUWAH. PENGERTIAN, MACAM-MACAM DAN CONTOH)
A. MATERI POKOK
Selanjutnya
kalian pelajari uraian berikut ini dan kalian kembangkan dengan mencari materi
tambahan dari sumber belajar lainnya
AMAL
SALIH
1.
Pengertian amal
saleh
Amal soleh menurut bahasa
diartikan sebagai perbuatan baik yang mendatangkan pahala, atau sesuatu yang
dilakukan dengan tujuan berbuat baik terhadap masyarakat atau sesama manusia. Amal
soleh dari sisi Arab yaitu amal dan soleh, amal berarti perbuatan
dan soleh berasal dari kata hasuna yang artinya baik atau lawan dari
rusak.
Secara istilah amal soleh adalah
perbuatan bersungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah atau menunaikan kewajiban
agama yang dilakukan dalam bentuk berbuat kebaikan terhadap masyarakat atau
sesama manusia. Amal soleh adalah setiap pekerjaan yang baik, bermanfaat dan
patut dikerjakan, baik pekerjaan yang bersifat ubudiyah (seperti; sholat,
puasa, zakat, haji dan lain-lain) atau pekerjaan yang bersifat sosial (seperti;
menolong orang lain, menyantuni anak yatim, peduli pada sesama dan lain-lain)
Mahmud Syaltut berpendapat amal soleh
adalah tiap perbuatan yang mendatangkan kebaikan untuk diri sendiri, kaum,
keluarga dan kemaslahatan umat manusia. Adapun amalan buruk adalah segala
perbuatan yang mendatangkan kejahatan, kemudaratan, kerusakan, bencana dan
lain-lain.
Sedangkan Sayyid Rasyid Ridha
berpendapat tentang amal soleh sebagai berikut :
1.
Bukan kemuliaan seseorang yang
berkata: sesungguhnya agama saya lebih mulia, lebih sempurna, lebih benar dan
lebih meyakinkan dan seterusnya, namun hanya sebagai selogan dan buah bibir
saja, tetapi tidak diamalkan.
2.
Sudah menjadi sunnatullah,
menjadi hukum Illahi, bahwa setiap perbuatan yang jahat akan diberi ganjaran
dan sebaliknya.
3.
Orang-orang yang mengerjakan amal
kebaikan itu dibalut dengan iman yang teguh, mereka itu dinamakan orang-orang
yang beramal yaitu orang-orang yang percaya kepada Allah dan hari akhirat, yang
akan masuk surga maka mereka tidak akan dirugikan sedikitpun dari pahala amal
yang mereka kerjakan.
Menurut
Quraish Shihab, amal salih adalah pekerjaan yang jika dilakukan, maka suatu
kerusakan akan terhenti atau menjadi tiada, atau bisa juga diartikan sebagai
suatu pekerjaan yang dengan melakukannya memperoleh manfaat, berkesesuaian dan
menolak mudharat.
2. Membiasakan
berperilaku amal soleh dalam kehidupan sehari-hari
Membiasakan
beramal soleh dalam arti luas, bagi umat Islam adalah suatu kewajiban. Karena
nilai baik atau tidaknya seseorang ditentukan oleh amal perbuatannya. Sebuah
kaum mengalami kemajuan atau kehancuranpun disebabkan karena perilaku baik atau
tidak bangsanya.
Dasar
hukum yang menunjukkan tentang pentingnya amal soleh adalah firman Allah :
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا
مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ
أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (٩٧)
“Barangsiapa yang mengerjakan amal soleh,
baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka
kerjakan.” (QS.
An-Nahl : 97)
Dari firman
Allah diatas, dapat kita fahami bahwa siapapun laki-laki atau perempuan yang
melakukan amal saleh dengan landasan iman kepada Allah, maka Allah akan
memberikan pahala dan kehidupan yang baik. Menurut Ibnu Katsir, kehidupan yang
baik adalah terciptanya ketentraman jiwa, meskipun mendapat gangguan
darimanapun. Sedangkan menurut Ibnu Abbas, kehidupan yang baik adalah jika
seseorang mendapat rezeki yang halal dan baik dalam kehidupan di dunia ini.
Membiasakan
beramal soleh dalam kehidupan sehari-hari adalah sebuah keharusan. Maka kita
harus mengetahui prinsip-prinsip amal saleh antara lain :
a.
Niat yang lurus
Dalam ajaran
agama Islam, niat adalah adalah salah satu faktor penentu amal seseorang. Oleh
karena itu, setiap akan melakukan sesuatu hendaklah kita luruskan niat dan
tujuan, yaitu hanya karena Allah.
b.
Ada manfaat
Setiap perbuatan yang hendak dilakukan
harus benar-benar bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.
Baik untuk kehidupan di dunia maupun di akhirat, karena Islam mengajarkan bahwa
perbuatan yang tidak bermanfaat tidak boleh dilakukan, karena termasuk
perbuatan sia-sia.
c.
Benar prosesnya
Satu perbuatan dapat disebut sebagai
amal soleh atau tidak, dilihat dari prosesnya bertentangan atau tidak dengan
ajaran agama.
Perbuatan amal
saleh secara umum meliputi semua perbuatan yang baik, perbuatan yang
mendatangkan kedamaian, perbuatan yang membuat orang merasa senang dan nyaman.
Tetapi dalam pembahasan ini akan kita bahas amal soleh disiplin, yaitu disiplin
dalam beribadah dan disiplin dalam bekerja.
a.
Disiplin dalam
beribadah
Dalam kamus besar bahasa Indonesia,
ibadah dapat didefinisikan sebagai berikut :
1.
Perbuatan atau pernyataan bakti
terhadap Allah atau Tuhan yang didasari oleh peraturan agama
2.
Segala usaha lahir dan batin yang
sesuai dengan perintah agama yang harus dituruti pemeluknya
3.
Upacara yang berhubungan dengan
agama
Ibadah
berarti merendahkan diri dan tunduk, taat kepada Allah dengan melaksanakan
perintah-perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya. Ibadah juga dapat diartikan
merendahkan diri pada Allah yaitu tingkatan ketundukan yang paling tinggi
disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
Disiplin dalam beribadah berarti kita
mentaati semua ketentuan yang mengatur pelaksanaan ibadah kita. Misalnya sholat
tepat pada waktunya serta memenuhi syarat dan rukunnya.
Allah telah mengaruniakan kesempurnaan
kepada manusia dibandingkan makhluk yang lain dengan memberikan manusia akal
untuk berfikir sehingga dapat membedakan antara yang benar dan yang salah.
Allah menciptakan manusia dengan dua
amanat yang harus dilaksanakan manusia, yaitu menjadi khalifah di muka bumi ini
dan amanat untuk beribadah, artinya manusia harus tunduk dan patuh hanya Allah.
Dijelaskan dalam firman Allah :
وَمَا
أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا
الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ (٥)
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dan (menjalankan) agama dengan lurus, supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama
yang lurus.” (QS.
Al Bayyinah 98 : 5)
b.
Disiplin dalam bekerja
Bekerja adalah suatu upaya
sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh aset, fikir dan dzikirnya untuk
mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai bagian dari
masyarakat. Dengan kata lain lain bekerja adalah memanusiakan manusia.
Tetapi tidak semua aktifitas manusia
dalam kehidupan sehari hari dapat diartikan sebagai kegiatan bekerja. Ada tiga
indikator yang harus dipenuhi, pertama dilakukan dengan sengaja, kedua
dilakukan karena ada dorongan tanggung jawab, ketiga memiliki tujuan
luhur (memberi makna diri). Seorang muslim harus disiplin dalam bekerja, tidak
mengandalkan orang lain atau bermalas-malasan hanya menanti belas kasihan orang
lain. Disiplin dalam bekerja adalah modal dasar untuk memperoleh hasil yang
memuaskan. Rosululloh memberikan contoh bahwa sebaik-sebaik penghasilan adalah
dari usaha sendiri dan penghidupan yang bersumber dari penghasilan usahanya
itu.
Disiplin dalam bekerja adalah
menggunakan waktu sebaik-baiknya. Waktu bekerja digunakan untuk bekerja bukan
untuk bermalas-malasan. Dengan demikian akan memperoleh hasil yang lebih baik,
sebaliknya yang tidak dapat memanfaatkan waktu dengan disiplin akan memperoleh
hasil tertinggal dengan yang lain. Dan semua itu akan mempengaruhi
kehidupannya.
Dalam sebuah hadis di jelaskan :
إعمل لدنياك كأنّك
تعيش أبدا واعمل لأخرتك كأنّك تموت غدا. رواه البيهقي
bekerjalah kamu untuk urusan duniamu
seakan-akan kamu akan hidup selamanya, dan bekerjalah untuk urusan akhiratmu
seakan-akan kamu akan mati esok hari (HR. Baihaqi)
Seseorang yang giat bekerja memiliki
angan-angan akan hidup selamanya, maka setiap ia akan mendapatkan kepuasan
dengan keberhasilan usaha atau kerjanya. Tetapi sebaliknya yang tidak memiliki
angan-angan hidup selamanya maka akan susah mendapatkan penghasilan, suram dan
tidak ada gairah dalam menjalani kehidupan.
3.
Ciri-ciri Orang
Yang Beramal Soleh
Salah satu golongan yang akan mendapat
rahmat dari Allah adalah golongan orang-orang yang soleh yaitu golongan
orang-orang yang senantiasa beramal semata-mata karena Allah semata. Ciri-ciri
orang yang dapat dikategorikan soleh adalah
1.
Selalu memperbaiki hubungan
dengan Allah melalui amal soleh
Memperbaiki hubungan dengan Allah dapat
dilakukan melalui memperbanyak kegiatan berdzikir kepada Allah. Membaca al
Qur’an adalah salah satu bentuk dzikir kepada Allah.
2.
Selalu memperbaiki agamanya
dengan beramal soleh
Kegiatan memperbaiki agama adalah
dengan cara kita menuntut ilmu tanpa henti, dan tanpa batasan waktu, usia dan
tempat. Semua dilakukan karena Allah swt.
3.
Selalu ikhlas dan sabar dalam
segala hal
Ikhlas dan sabar dalam menghadapi
hidup ini adalah salah satu ciri orang yang beramal soleh.
4.
Nilai-nilai
Positif Beramal Soleh
Setiap kita melakukan perbuatan yang
kita lakukan akan memberikan akibat kepada kita, apabila kita melakukan
perbuatan baik maka akibat yang akan kita terimapun baik. Berikut ini
nilai-nilai positif beramal soleh: Meningkatkan Kualitas Kemanusiaan
Keimanan merupakan kebutuhan hidup
manusia, menjadi pegangan keyakinan dan motor penggerak untuk perilaku dan amal
(aktivitas) manusia. Iman sebagai syarat utama dalam mencapai kesempurnaan
(insane utama) dan merupakan langkah awal untuk menuju kesalehan dan mewujudkan
perilaku, amal saleh dan pengorbanan manusia bagi pengabdian kepada Allah,
karena iman juga terkait dengan amal saleh.
a.
Menghargai Waktu
Orang yang beramal saleh selalu
meghargai waktu, karena waktu yang terjadi sekarang tidak mungkin terulang pada
masa yang akan datang.
b.
Membawa Kebahagiaan
Selain membawa kebahagiaan untuk diri
sendiri, amal soleh juga membawa kebahagiaan dan kebaikan untuk orang lain.
TOLERANSI
Dalam kehidupan sehari-hari, kita banyak
menemukan perbedaan dalam segala aspek kehidupan. Seperti perbedaan agama,
suku, bangsa, warna kulit, keyakinan, aliran, gender dan lain sebagainya.
Karena banyaknya perbedaan ini, kemudian memunculkan benturan dan ketidak
cocokan yang sebetulnya bisa tidak terjadi, apabila ada “Toleransi” antar
sesama. Perbedaan dapat berubah menjadi sesuatu yang indah dan menyenangkan.
1.
Pengertian
Toleransi
Kata toleransi berasal dari bahasa latin
tolerare yang berarti berusaha untuk tetap bertahan hidup, tinggal atau
berinteraksi dengan sesuatu yang sebenarnya tidak disukai atau disenangi. Dalam
kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata toleransi berarti sifat atau sikap
toleran. Kata toleran sendiri di definisikan sebagai bersifat atau bersikap
menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan)
pendirian (pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan
dengan pendirian sendiri.
Toleransi dalam konteks sosial, budaya
dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi
terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh
mayoritas dalam suatu masyarakat.
Dalam bahasa Arab, istilah toleransi
dikenal dengan tasamuh yang berarti kemuliaan, lapang dada, ramah dan
suka memaafkan. Secara umum, konsep
tasamuh mengandung makna kasih sayang (ar-Rahmah), keadilan (al-‘Adalah),
keselamatan (al-Salam) dan ketauhidan (al-Tauhid). Konsep-konsep tersebut
memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya, konsep tersebut merupakan ciri
khas Islam yang membedakan toleransi persfektif Islam dengan lainnya.
2.
Toleransi
Menurut Al Qur’an dan Sunnah
Dalam Islam, toleransi berlaku bagi
semua orang, baik sesama muslim maupun non muslim. Yusuf Qardhawi dalam bukunya
Ghair al-Muslimin fii al-Mujtama’ al-Islami menyebutkan ada empat faktor
utama yang menyebabkan toleransi yang unik selalu mendominasi perilaku umat
Islam terhadap non Muslim, yaitu :
a.
Keyakinan terhadap kemuliaan
manusia, apapun agamanya, kebangsaannya dan keukunannya.
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي
آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ
وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا (٧٠)
“Dan sesungghnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Isra’ : 70)
b.
Perbedaan bahwa manusia dalam
agama dan keyakinan merupakan realitas yang dikehendaki Allah swt yang telah
memberi mereka kebebasan untuk memilih iman dan kufur.
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ
لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ (١١٨)
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan mausia umat
yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat.” (QS. Hud : 118)
c.
Seorang muslim tidak dituntut
untuk mengadili kekafiran seseorang atau menghakimi sesatnya orang lain. Allah sajalah
yang akan menghakiminya nanti.
وَإِنْ جَادَلُوكَ فَقُلِ
اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا تَعْمَلُونَ (٦٨)اللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
فِيمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (٦٩)
“Dan jika mereka membatah kamu, maka katakanlah:’Allah lebih
mengetahui tentang apa yang kamu kerjakan’. Allah akan mengadili diantara kamu
paa hari kiamat tentan apa yang kamu dahulu selalu berselisih padanya.” (QS. Al-Hajj :
68-69)
d.
Keyakinan bahwa Allah swt
memerintahkan untuk berbuat adil dan mengajak kepada budi pekerti mulia
meskipun kepada orang musyrik. Allah juga mencela perbuatan zalim meskipun
terhadap kafir.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ
قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (٨)
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat dengan taqwa,
dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS.
Al-Maidah : 8)
3.
Membiasakan
Berperilaku Toleransi dalam Kehidupan Sehari-hari
Memiliki sikap toleransi adalah suatu
keharusan dalam Islam, Islam sendiri mengandung pengertian agama yang
damai, selamat dan menyerahkan diri.
Islam adalah rohmatal lil ‘alamiin (agama yang menjadi rahmat bagi
seluruh alam). Islam selalu menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling
menghormati dan tanpa paksaan.
Dalam sejarah Islam, Nabi telah
memberikan banyak contoh yang mengajarkan kepada kita pentingnya toleransi.
Diantaranya; diceritakan Nabi Muhammad saw memberi makan seorang Yahudi miskin
setiap hari dengan terus menghargai keyakinannya dan tanpa memaksakan agama
Islam baginya. Dalam kisah lain diriwayatkan oleh Imam Bukhori, bahwa suatu
ketika ada jenazah orang Yahudi melintas disebelah Nabi saw dan para sahabat,
seketika Nabi saw berhenti dan berdiri. Kemudian salah seorang sahabat berkata:
kenapa engkau berhenti ya Rasulullah? Padahal itu adalah jenazah orang Yahudi?
Nabi bersabda : bukankah dia juga manusia?. Subhanallah!
Dari ulasan dan contoh diatas, hendaknya
kita sebagai umat Nabi Muhammad saw atau sebagai seorang muslim terus berupaya
membiasakan diri dengan perilaku toleransi. Terutama dalam hal memberikan
kemudahan dalam bermuamalah bukan memaksakan keyakinan. Kita sebagai umat Islam
yang tinggal di Negara yang memiliki keanekaragaman budaya, agama dan daerah
wajib memiliki sifat toleran. Terlebih toleransi antar umat beragama.
Toleransi
dalam pergaulan hidup antar umat beragama yang didasarkan kepada : Setiap agama
menjadi tanggung jawab pemeluk agama itu sendiri dan memiliki betuk ibadah
(ritual) dengan system dan tata cara sendiri yang dibebankan serta menjadi
tanggung jawab orang yang memeluknya. Atas dasar itu, maka toleransi dalam
pergaulan hidup antar umat beragama bukanlah toleransi dalam masalah-masalah
keagamaan, melainkan dalam sikap keberagaman pemeluk agama dalam pergaulan
hidup antara umat beragama dalam masalah kemasyarakatan atau kemaslahatan umum.
Dalam al-Qur’an surat al-Kafirun ayat 6 dijelaskan :
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ
دِينِ (٦)
"untukmu agamamu,
dan untukkulah, agamaku."
Dalam Islam, diajarkan untuk mencari
titik temu atau jalan keluar apabila terjadi perselisihan. Apabila tidak
ditemukan persamaan maka masing-masing hendaknya mengakui keberadaan pihak lain
dan tidak perlu saling menyalahkan. Bahkan dalam al-Qur’an diajarkan kepada
Nabi Muhammad saw dan umatnya untuk menyampaikan kepada penganut agama lain
setelah kalimat sawa’ (titik temu) tidak dicapai.
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ
مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ قُلِ اللَّهُ وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَى هُدًى
أَوْ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ (٢٤)قُلْ لا تُسْأَلُونَ عَمَّا أَجْرَمْنَا وَلا نُسْأَلُ
عَمَّا تَعْمَلُونَ (٢٥)قُلْ يَجْمَعُ بَيْنَنَا رَبُّنَا ثُمَّ يَفْتَحُ بَيْنَنَا
بِالْحَقِّ وَهُوَ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ (٢٦)
“Katakanlah:’Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit
dan dari bumi?’ katakanlah :”Allah”, dan sesungguhnya Kami atau kamu
(orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang
nyata. Katakanlah:’Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa
yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu
perbuat. Katakanlah:’Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia
meberi keputusan antara kita dengan benar, dan Dia-lah Maha pemberi keputusan
lagi Maha mengetahui.” (QS. Saba :24-26)
Islam juga tidak melarang jalinan
persaudaraan dan toleransi antar umat beragama, selama masih dalam tataran
kemanusiaan dan kedua belah fihak menghormati hak-hak masing-masing.
لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ
عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ
أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
(٨)
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak pula
mengusirmu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah : 8)
4.
Ciri-ciri orang
yang berperilaku Toleransi
Beberapa kriteria orang yang membiasakan
diri berperilaku toleransi, diantaranya adalah :
a.
Memahami dalam kehidupan ini
selalu terdapat perbedaan
b.
Tidak menjadikan perbedaan
sebagai masalah
c.
Menerima saran dan kritik dari
orang lain
d.
Menerima nasehat orang lain
e.
Tidak sombong
f.
Tidak egois
g.
Tidak memaksakan kehendak
h.
Tidak meremehkan orang lain.
5.
Nilai-nilai
positif Toleransi
Nilai-nilai positif toleransi adalah
1.
Menjalin ukhuwah, persatuan dan
kesatuan dalam bermasyarakat
2.
Menciptakan keharmonisan dalam
kehidupan bermasyarakat
3.
Menimbulkan sikap saling
menghormati antar sesame
4.
Menciptakan rasa aman, tentram,
tenang dan damai dalam masyarakat
5.
Meghilangkan hasud, fitnah,
kebencian, dendam dan permusuhan
MUSAWAH
Kehidupan ini akan kita rasakan baik
atau tidak, nyaman atau tidak nyaman tergantung bagaimana cara kita menjalaninya.
Apabila dalam kehidupan ini kita merasa paling bisa segalanya dan selalu
menginginkan posisi yang tinggi, selalu ingin dihargai tanpa mau menghargai
orang lain, maka kedamaian hidup tidak akan mungkin kita dapatkan. Agama Islam
mengajarkan kepada kita bahwa kedudukan manusia dihadapan Allah adalah sama,
yang akan membedakan hanya takwa dan ketaatan kita kepada Allah.
1.
Pengertian
Musawah
Secara bahasa musawwah adalah persamaan.
Sedangkan secara istilah musawwah adalah persamaan dan kebersamaan serta
penghargaan terhadap sesama manusia sebagai makhluk Tuhan.
Musawah juga dapat diartikan dengan
persamaan derajat, artinya sikap seseorang yang memandang dirinya sama atau
sejajar dengan orang lain. Bagaimanapun, dalam kehidupan ini selalu ada perbedaan,
akan tetapi perbedaan tersebut tidak lebih dari sekedar penanda identitas
antara satu dan yang lainnya.
Sebagian ulama memahami al musawwah
sebagai konsekwensi logis dari prinsip as-syura dan al-aadalah.
2.
Membiasakan
Berperilaku Musawwah dalam Kehidupan Sehari-hari
Merasa diri sejajar dengan orang lain
adalah sifat terpuji, pada dasarnya setiap manusia dihadapan Allah memiliki
posisi atau status yang sama, yang
membedakan kita adalah ketakwaan. Jadi, dalam kehidupan sehari-sehari hendaklah
kita bersikap apa adanya dan jangan membeda-bedakan antara yang satu dengan
yang lainnya.
Sikap musawah sangat diperlukan dalam
berbagai bidang keilmuan, karena dengan demikian setiap memutuskan sebuah
kebenaran maka kita akan besifat relatif tidak berdasarkan ketentuan atau
kedudukan tertentu. Pada dasarnya manusia memiliki dua pilihan status.
Pertama, status karena ikatan primodial yaitu ikatan yang diperoleh melalui
asal usul keturunan, warna kulit dan suku bangsa. Status yang pertama ini tidak
dapat digunakan sebagai tolak ukur prestasi seseorang. Kedua, status
yang diperoleh dari hasil kemampuan dan usahanya sendiri. Status yang kedua
ini, kemudian melahirkan sikap berkompetisi dalam kebaikan (fastabiqul
khairat).
3.
Ciri-ciri Orang
yang Berperilaku Musawah
Orang yang memiliki sifat musawwah dapat
dilihat dari tingkah lakunya setiap hari, diantaranya adalah:
a.
Tidak sombong
b.
Menghargai karya orang lain
c.
Menghargai kedudukan dan profesi
orang lain
d.
Menerima kritikan sebagai saran
yang membangun
e.
Tidak merasa paling benar
f.
Menyadari kekurangan dirinya dan
menerima kekurangan orang lain
4.
Nilai-nilai
Positif Musawah
Nilai-nilai positif orang yang
berperilaku musawwah diantaranya adalah :
a.
Terciptanya hidup yang damai dan
tentram
b.
Terciptanya kehidupan yang
harmonis karena sikap saling menghargai
c.
Terhindar dari perbuatan
memaksakan kehendak
d.
Terhindar dari sikap diskriminasi
e.
UKHUWWAH
Kalimat ukhuwah sudah seringkali kita
dengar, ukhuwah merupakan sesuatu yang sangat penting dan mendasar bagi
kehidupan, baik kehidupan beragama maupun kehidupan bernegara.
1.
Pengertian
Ukhuwwah
Ukhuwah (brotherhood) biasa diartikan sebagai
“persaudaraan”. Ukhuwah dalam konteks bahasa Indonesia, memiliki arti sempit
seperti saudara kandung dan dalam arti yang luas ukhuwah adalah hubungan
pertalian antara sesama manusia dan hubungan kekerabatan yang akrab diantara
mereka.
Dalam pengertian yang luas, ukhuwah
adalah suatu sikap yang mencerminkan rasa persaudaraan, kerukunan, persatuan
dan solidaritas yang dilakukan seseorang terhadap orang lain atau suatu
kelompok pada kelompok lain dalam interaksi sosial.
Dalam konteks masyarakat Islam, istilah
ukhuwah berkembang menjadi ukhuwah islamiyah yang berarti persaudaraan yang
bersifat Islami atau persaudaraan yang diajarkan Islam.
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُونَ (١٠)
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya
bersaudara, sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu
itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat
: 10)
Munculnya sikap ukhuwah dalam kehidupan masyarakat
disebabkan adanya dua hal, yaitu :
a.
Adanya persamaan, baik dalam
masalah keyakinan, wawasan, pengalaman, kepentingan, tempat tinggal dan
cita-cita.
b.
Adanya kebutuhan yang dirasakan
hanya dapat dicapai dengan melakukan kerja sama dengan orang lain.
2.
Macam-macam
Ukhuwah
Ada beberapa macam bentuk ukhuwah yang
sangat besar peranannya dalam kehidupan kita, yaitu :
a.
Ukhuwah keagamaan
Ukhuwah keagamaan adalah ukhuwah yang
tumbuh dan berkembang karena persamaan keimanan atau keagamaan. Kemudian kita mengenalnya
dengan ukhuwah islamiyah. Ukhuwah keagamaan mempunyai dasar konseptual yang
bersumber dari al Qur’an dan Hadis, antara lain :
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا
الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الآيَاتِ
لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (١١)
“jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat.
Maka (mereka) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan kami menjelaskan ayat-ayat
itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At Taubah : 11)
المؤمن للمؤمن
كالبنيان يشدّ بعضه بعضا . رواه البخاري
“Orang mukmin terhadap orang mukmin lainnya adalah laksana
bangunan. Sebagian menguatkan sebagian yang lain.” (HR. Bukhari)
Ukhuwah keagamaan tampak sekali menjadi
prioritas Nabi saw ketika pertama kali hijrah ke Madinah. Pada saat petama kali
rombongan sahabat dari Makkah (Muhajirin) tiba, pada saat itu pula Nabi saw
langsung mengikatkan tali persaudaraan mereka kepada orang-orang mukmin yang
ada di Madinah (Anshar), sehingga terikat tali ukhuwah keagamaan yang kuat
antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Mereka sama-sama Islam, sama-sama
menjalankan ibadah yang diajarkan dalam Islam seperti sholat, puasa, zakat dan
lain-lain, mereka juga sama-sama berjihad di jalan Allah dan sama-sama
mengorbankan jiwa hartanya di jalan Allah, sebagaimana firman Allah :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا
وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ
آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ (٧٢)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta
berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang
memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin),
mereka satu sama lain lindung melindungi.” (QS. Al Anfal : 72)
Ukhuwah Islamiyah tidak dibatasi oleh
wilayah, kebangsaan atau ras sebab seluruh umat Islam di dunia dimanapun mereka
berada adalah bersaudara. Prinsip ukhuwah Islamiyah (fi din al-Islam) harus
diorientasikan pada delapan prinsip pokok, yaitu :
1.
Ukhuwah Islamiyah ditegakkan atas
aqidah yang mantap, yakni aqidah yang disimpulkan dalam kalimat sahadat
2.
Al tasamuh fi al ikhtilaf
(toleransi dalam setiap perbedaan)
3.
At ta’awun (saling menolong antar
sesama)
4.
Al tawazun (sikap seimbang antara
semua bidang)
5.
Al tawassuth (bersikap sederhana
dan tidak memihak)
6.
Al wahdan wa ittishal (integritas
dan konsolidasi di semua bidang)
7.
Memandang Islam sebagai rohmatal
lil ‘alamin
8.
Membentuk pemerintahan yang
Islami
b.
Ukhuwah kebangsaan
Agama Islam tidak hanya mengenal ukhuwah
diniyah atau Islamiyah saja, Islam juga memiliki ajaran tentag ukhuwah
kebangsaan atau yang kita kenal dengan ukhuwah wathaniyyah, yaitu ukhuwah yang
tumbuh dan berkembang atas dasar nasionalisme. Dapat diterjemahkan bahwa Islam
mengajarkan persaudaraan sebagai bangsa walaupun berbeda agama. Dalam al Qur’an
dijelaskan bahwa perbedaan adalah hukum yang berlaku dalam kehidupan ini.
Selain perbedaan tersebut merupakan kehendak Allah, perbedaan juga demi
kelestarian hidup sekaligus demi mencapai tujuan kehidupan makhluk di dunia
ini. Allah berfirman :
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ
لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا
الْخَيْرَاتِ (٤٨)
“Sekiranya
Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah
menguji kamu terhadap peberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan.” (QS.
Al-Maidah :48)
Keberadaan ukhuwah dalam kehidupan
sosial khususnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sebuah kondisi
yang diperlukan untuk menciptakan partisipasi masyarakat dalam proses
pencapaian tujuan bersama. Konsep ukhuwah kebangsaan ini sudah Rasulullah saw
ajarkan pada peristiwa piagam madinah.
Beberapa konsep mendasar dari ukhuwah
masyarakat madani yang dibangun oleh Rasulullah saw antara lain;
1)
Egalitarisme
2)
Penghargaan kepada orang
berdasarkan pada prestasi, bukan kesukuan, keturunan, ras dan lain sebagainya.
3)
Keterbukaan partisipasi seluruh
anggota masyarakat
4)
Penegakan hukum dan keadilan
5)
Toleransi dan pluralism
6)
Musyawarah
Dalam mewujudkan
masyarakat tersebut, tentu saja dibutuhkan manusia yang secara pribadi
berpandangan hidup dengan semangat ukhuwah kebangsaan. Ukhuwah kebangsaan
merujuk pada firman Allah :
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا
مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا
عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
(١٥٩)
“Maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan
itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orag-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran :
159)
Ukhuwah
kebangsaan akan terwujud secara sempurna apabila setiap masyarakat memiliki
sikap yang sama walaupun dalam perbedaan, sikap-sikap tersebut adalah :
a.
Akomodatif; adanya kesediaan
untuk saling memahami pendapat, aspirasi dan kepentingan sesama
b.
Selektif; adanya sikap kritis
untuk menganalisa dan memilih yang terbaik dan lebih memberi maslahat serta
memberi manfaat dari beberapa alternative yang ada
c.
Integrative; kesediaan untuk
menyesuaikan dan menyelenggarakan berbagai macam kepentingan dan aspirasi
secara benar, adil dan proporsional.
c.
Ukhuwah fi al-wathaniyah wa al
nasab
Ukhuwah fi al-wathaniyah wa al nasab
adalah saudara dalam seketurunan dan kebangsaan. Model ukhuwah ini lebih sempit
dari bentuk sebelumnya, karena lingkup persaudaraannya hanya meliputi
persaudaraan sebangsa dan setanah air.
Prinsip paling cocok dalam ukhuwah ini
adalah berpijak pada prinsip al-tasamuh (toleransi), yaitu adanya interaksi
timbal balik antar umat beragama, menghargai kebebasan beragama bagi orang yang
tidak sefaham, tidak mengganggu peribadatan serta tetap menjaga ukhuwah
wathaniyahnya.
d.
Ukhuwah Insaniyah
Ukhuwah insaniyah adalah persaudaraan
sesama umat manusia. Dalam ajaran Islam kita mengenalnya dengan istilah ukhuwah
basyariyah yaitu ukhuwah yang tumbuh dan berkembang atas dasar kemanusiaan.
Manusia mempunyai motivasi dalam
menciptakan iklim persaudaraan hakiki yang berkembang atas dasar rasa
kemanusiaan yang bersifat universal. Seluruh manusia di dunia adalah
bersaudara. Ayat yang mendasari ukhuwah Insaniyah adalah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا
نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ
وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإيمَانِ وَمَنْ
لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (١١)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang
laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu
lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merenahkan
sekumpulan yang lain, boleh jadi yang direndahkan itu lebi baik. Dan janganlah
suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelar yang mengandung
ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertobat, mereka itulah orag-orang yang dzalim.” (QS. Al-Hujarat
: 11)
3.
Pendekatan
Ukhuwah
Ukhuwah dapat dijaga apabila kita
mengikuti empat prinsip dasar ukhuwah, yaitu
a.
Ta’aruf
Ta’aruf adalah usaha saling mengenal
sesama manusia, baik secara batiniah maupun lahiriyah. Saling mengenal antar
umat Islam merupakan wujud nyata
ketaataan kepada Allah. Ketika kita
saling mengenal, maka akan tercipta interaksi, adanya interaksi dapat membuat
ukhuwah lebih solid dan abadi.
b.
Tafahum
Tafahum artinya saling memahami
kelebihan atau kekurangan sesama. Seorang muslim hendaknya memperhatikan
keadaan saudaranya, sehingga dapat memberikan pertolongan sebelum diminta.
Tanpa tafahum, proses ukuwah tidak akan terjalin, dengan saling memahami kita
akan dapat menerima kelebihan dling an kekurangan saudara kita.
c.
Ta’aawun
Ta’awun berarti saling menolong (tolong
menolong). Ta’awun dapat dilakukan dengan hati (saling mendo’akan), pemikiran
(berdiskusi dan saling menasehati) dan aaman (saling membantu). Saling membantu
disini, tentu saja saling bantu dalam kebaikan bukan saling membantu keingkaran
atau perbuatan maksiat.
d.
Tafakul
Tafakul dapat diartikan saling menjamin
atau saling menjaga, sehingga melahirkan rasa aman.
Dengan
empat prinsip dasar diatas, ukhuwah dapat terjalin dengan baik. Lebih spesifik
untuk ukhuwah Islamiyah, empat prinsip dasar diatas akan membuat umat Islam
semakin mengenal, mencintai, memahami dan tolong menolong satu dengan yang lainnya.
Ketika ada saudara yang menghadapi masalah, mereka dapat merasakan permasalahan
saudaranya dengan saling membantu keluar dari permasalahan tersebut. Dalam
sebuah hadis diterangkan,
“Perumpamaan
orang beriman dalam sayang menyayangi, cinta mencintai dan tolong menolong
antar sesama, mereka seperti satu tubuh
yang apabila satu bagian tubuh menderita sakit, maka seluruh tubuh akan
merasakan sakit pula karena tidak dapat tidur dan panas.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
4.
Nilai-nilai
Positif Ukhuwah
Ukhuwah atau persaudaraan dalam Islam
bukan saja mencirikan kualitas ketaatan seseorang terhadap ajaran Allah dan
Rasul-Nya, tetapi sekaligus sebagai perekat sosial untuk meperkokoh
kebersamaan. Nilai positif ukhuwah dapat kita lihat dari ada atau tidaknya
sikap saling memahami dalam interaksi sosial dan komunikasi. Diantara
nilai-nilai positif yang perlu kita perhatikan sebagai upaya menjaga ukhuwah
adalah :
a.
Memberitahukan rasa cinta kepada
yang kita cinta
b.
Menunjukkan kegembiraan dan
senyuman apabila berjumpa
c.
Memohon di do’akan apabila
berpisah
d.
Berjabat tangan apabila berjumpa
(tidak berlaku bagi yang bukan muhrim)
e.
Melaksanakan silaturrahmi
f.
Memberikan hadiah pada
waktu-waktu tertentu
g.
Memperhatikan saudaranya dan
membantu keperluannya
h.
Memenuhi hak ukhuwah saudaranya
i.
Mengucapka selamat berkenaan pada
saat-saat keberhasil.
KESIMPULAN
1.
Amal saleh adalah pekerjaan yang apabila dikerjakan, maka
suatu kerusakan akan terhenti atau menjadi tidak ada sama sekali. Atau amal saleh
dapat diartikan setiap perbuatan yang medatangkan efek positif baik kepada
pelaku maupun kepada orang lain. Amal saleh juga akan mendatangkan rahmat Allah
swt dan rasa damai dalam jiwa.
2.
Ukhuwah adalah sikap saling
menghargai kepada sesama hingga melampaui batas-batas etnik, rasial, agama,
latar belakang sosial, keturunan, gender dan lain-lain.
3.
Musawah adalah perasaan sama,
yaitu sikap seseorang memandang dirinya sama atau sederajat dengan orang lain.
4.
Sikap Musawah akan ada apabila
diantara umat manusia tidak ada perasaan ingin lebih dihormati atau dipandang
lebih hebat dari orang lain.
5.
Toleransi adalah sikap lapang
dada terhadap perilaku dan agama atau keyakinan orang lain. Toleransi dapat
diartikan sebagai sikap saling menghargai perbedaan yang ada, secara pribadi
maupun kelompok. Sikap ini sangat penting untuk menjaga hubungan antar manusia
dan antar pemeluk agama agar tercipta kehidupan yang harmonis. Tidak dibenarkan
dalam toleransi perbuatan mencampur adukkan keyakinan dan ibadah ritual apalagi
sampai terjadi pengaburan keyakinan yang pokok atau mendasar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar